Kamis, 13 Maret 2014

4 kesunyataan mulia

EMPAT KESUNYATAAN MULIA
(CATTARI ARIYA SACCANI)

Dhamma dan Vinaya yang telah dibabarkan oleh Sang Buddha kurang lebih selama 45 tahun, selama itu juga telah banyak membawa manusia untuk mengerti hakekat kehidupan dan jalan menuju kebahagiaan. Didalam kehidupan, hendaknya manusia mengerti akan kesunyataan hidup, dan mampu merenungkan mengenai tujuan dari kehidupan. Dari awal inilah kami, akan bemsaha memberikan gambaran dan penjelasan mengenai Hukum Kesunyataan. Sedangkan Hukum Kesunyataan itu antara lain:
1.      Tilakkhana
2.      Paticcasamuppada
3.      Kamma dan Punnabhava
4.      Cattari Arya Saccani.
Setelah mencapai Sammasambuddha, Beliau tidak langsung mengajarkan apa yang telah diraih-Nya, karena memandang bahwa apa yang telah diraih (diperoleh) itu adalah ajaran yang sangat tinggi dan sulit untuk dimengerti oleh manusia biasa dan sulit bagi makhluk yang tidak mempunyai karma yang baik akan hakekat dharma.Namun karena desakan Brahmasahampati (Sang penguasa dunia) akhimya Beliau berkenan mengajarkan apa yang telah diperolehnya setelah bertapa selama enam tahun lebih, kepada lima orang pertapa, yang dahulu adalah bekas teman Beliau menyiksa diri, di antara kelima pertapa yaitu: Kondanna, Badhiya, Vappa, Mahanama, Assaji.
Peristiwa ini dikenal dengan sebutan: dhammacakkapavattana sutta (pemutaran roda Dhamma yang pertama kali) di taman Rusa Isipatana dekat Benares. Beliau mengajarkan Dhamma kepada lima pertapa mengenai kesunyataan hidup, yang berisikan Cattari Arya Saccani dan Majjhima Patipada.
Cattari Ariya Saccani atau lebih terkenal dengan sebutan Empat Kesunyataan Mulia dan Jalan Tengah adalah ajaran pokok dalam Buddha Dhamma. Karena hal tersebut menyangkut segala bentuk kehidupan yang dapat kita lihat di dalam kehidupan sehari-hari. Isi dari empat Kesunyataan Mulia, yaitu:

1.    Dukkha Ariya Sacca
Bentuk kehidupan yang bagaimanapun juga adalah dukkha. Terjemahan dari kata dukkha inilah yang hampir sama dengan penderitaan. Banyak yang menganggap agama Buddha adalah agama pesimistis. Namun sebenamya bukan demikian. Agama Buddha juga bukan agama optimis tetapi adalah agama yang realistis (sebenamya).
Buddha Dhamma (agama Buddha) tidak pernah menakuti-nakuti ancaman neraka yang tidak masuk akal, tetapi juga tidak muluk-muluk menjanjikan bentuk sorgawi setelah kematiannya. Maka dengan pendirian itulah agama Buddha dikatakan agama realistis.
Dukkha secara harafiah berasal dari kata: Du = sukar, derita + Kha = menanggung, memikul Jadi kata Dukkha mempunyai makna = Menanggung atau memikul beban yang sangat sukar (derita). Konsepsi dukkha dalam Empat Kesunyataan Mulia yang berorientasi pada penderitaan, tetapi dalam Tilakhana mempunyai 3 aspek, yaitu:
a.      Dukkha sebagai derita biasa (Dukkha-dukkha)., dalam Majjhima Nikaya (Ratthaphala Sutta) terdapat empat uraian mengenai dukkha, yaitu:
1.      Kehidupan dalam alam manapun adalah tidak kekal, tubuh manusia muncul (lahir), berkembang, manjadi lapuk (tua) dan akhimya mati.
2.      Kehidupan di alam manapun juga adalah tidak memiliki perlindungan. bila memiliki perlindungan kita akan bisa memutus empat keadaan mutlak (lahir, tua, sakit dan mati).
3.      Kehidupan di alam manapun juga tidak memiliki inti.
4.      Kehidupan di alam manapun juga adalah tidak lengkap, tidak memuaskan, dan diperbudak oleh hawa nafsu. Kepuasan yang diharapkan tidak akan dapat diperoleh sepanjang masih adanya Avijja dan Tanha.
b.      Dukkha sebagai akibat perubahan/anicca (Viparinama-dukkha).
Segala bentuk kehidupan yang bagaimanapun juga, yang masih diiiputi kekotoran batin (asava) adalah tidak kekal. Cepat atau lambat, seperti apa yang tidak kita inginkan akan berubah mengikuti proses kamma yang belangsung. Bentuk senang menjadi susah, untung menjadi rugi, hina menjadi rnulia, dipuji dan dicela (atthalokadhamma). Penyebab dari dukkha adalab Anicca. Inilah yang disebut dukkha sebagai akibat dari perubahan.
c.       Dukkha sebagai keadaan yang saling bergantungan (Saékhara dukkha).
Tubuh manusia terdiri unsur Nama dan Rupa (batin dan jasmani). Nama dan Rupa ini yang disebut Pancakkandha. Dukkha yang disebabkan oleh "lima kelompok kehidupan" atau "lima kelompok kegemaran". "pancakkhandha" terdiri dari:
                                 i.      Rupa khandha  atau kelompok jasmani, terdiri dari empat unsur yaitu:
·        Unsur padat (pathavi dhatu), yakni sesuatu bentuk padat yang ada pada tubuh jasmani kita (manusia), misalnya tulang-tulang, gigi, kuku, jantung dan lain sebagainya. Pathavi berarti tanah (bumi).
·        Unsur cair (apo dhatu), segala sesuatu yang berbentuk cair yang terdapat dalam tubuh jasmani kita, misalnya lendir, empedu, darah, peluh, keringat, air mata dan sebagainya. Apo berarti air.
·        Unsur panas (tejo dhatu), segala sesuatu yang bersifat panas yang terdapat dalam tubuh kita, misalnya suhu badan, demam, energi dan lain sebagainya. Tejo berarti api.
·        Unsur gerak (vayo dhatu), segala sesuatu yang bersifat gerak misalnya nafas, hawa udara dalam badan. Vayo berarti angin.
                               ii.      Nama khandha atau kelompok batin terdiri dari empat macam, yaitu:
·        Vedana khandha atau kelompok perasaan, Meliputi perasaan yang bersifat menyenangkan, netral, maupun yang tidak menyenangkan, yang ditimbulkan oleh kesan-kesan:
·        Penglihatan oleh mata.
·        Pendengaran oleh telinga.
·        Penciuman oleh hidung.
·        Pengecapan oleh lidah.
·        Sentuhan oleh kulit (badan jasmani).
·        Batin
·        Sañña khandha atau kelompok pencerapan, Meliputi semua bentuk pencerapan yang menyenangkan, netral, maupun yang tidak menye­nangkan karena disebabkan oleh pencerapan:
·        Bentuk oleh mata.
·        Suara oleh telinga.
·        Rasa oleh lidah.
·        Bau-bauan oleh hidung.
·        Sentuhan oleh badan jasmani.
·        Obyek mental oleh batin.
·        Saékhara khandha atau kelompok bentuk-bentuk pikiran, Meliputi semua bentuk-bentuk pikiran atau mental yang menyenangkan, netral, maupun yang tidak menyenangkan, yang terdorong oleh adanya cetana yang ditujukan pada obyek:
·        Bentuk.
·        Suara.
·        Rasa.
·        Bau-bauan.
·        Sentuhan.
·        Obyek mental atau pikiran
·        Viññana khandha atau kelompok kesadaran, Meliputi semua kesadaran yang timbul baik yang menyenangkan, netral, maupun yang tidak menyenangkan, yang terdorong karena terdorong oleh adanya enam pintu kesadaran, yaitu:
·        Mata.
·        Telinga.
·        Lidah.
·        Hidung.
·        Badan jasmani.
·        Batin.
Nama khandha dan Rupa khandha yang membentuk pancakkhandha itu tidak kekal adanya, selalu berubah-ubah maka pancakkhandha adalah penyebab dari dukkha.
Menurut kitab suci Sanghyang Kamahayanikan yang berbahasa Kawi pengertian dukkha hampir sama dengan pengertian dukkha diatas hanya pengertiannya yang sedikit berbeda, yaitu:
·         Dukkha-dukkha: penderitaan yang dialami oleh manusia karena setelah kehancuran badan jasmaninya (kematiannya) akan dilahirkan dialam yang lebih rendah daripada alam manusia.
·         Saékara-dukkha: penderitaan yang dialami makhluk hidup karena setelah kematiannya dilahirkan kembali di alam yang sama.
·         Viparinama-dukkha: penderitaan yang di alami makhluk hidup setelah kematiannya dilahirkan ke alam yang lebih tinggi tetapi setelah kematian yang berikutnya kembali lagi ke alam semula.
Dukkha yang dialami pada diri manusia terdiri dari dua sumber yaitu:
·         Dukkha yang disebabkan oleh nafsu indriya (samisa dukkha).
·         Dukkha yang disebabkan karena tidak tercapainya ketenangan batin (niramisa dukkha). Dan sumber itu pula dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
§  Penderitaan yang timbul pada badan jasmani (yang berkenaan dengan badan jasmani) disebut Kayika Dukkha,
§  Penderitaan yang berkenaan dengan batin disebut Cetasika Dukkha.
Inilah kesunyataan pertama tentang adanya dukkha.

2.    Dukkha Samudaya Ariya Sacca
Sumber pokok/asal mulanya terjadinya dukkha adalah:
a.      Avijja dan Asava
Karena tidak mengerti dengan makna sebenamya tentang Hukum Kesunyataan, maka manusia dicengkeram dengan adanya kegelapan batin (kebodohan) yang disebut Avijja. Avijja dapat timbul karena adanya arus kekotoran batin (asava) yang dibagi menjadi:
·        Kamasava: arus kekotoran yang disebabkan oleh adanya nafsu indriya.
·        Bhavasava arus kekotoran batin karena kelahiran (penjelmaan)
·        Avijjasava arus kekotoran batin karena adanya kegelapan batin.
·        Ditthasava arus kekotoran batin karena yang ditimbulkan oleh pandangan sesat (salah).
Kegelapan batin yang senantiasa pada diri kita, menyebabkan perbuatan ini mengarah pada kebencian, dendam, irihati, meniup, berdusta dan sebagainya. Manusia menyerah karena demi ego yang tinggi (Aku).
b.      T a n h a
Tanha atau nafsu keinginan yang tidak pemah terpuaskan dan ingin dilayani akan menjadi sebuah kerinduan (kehausan) yang tiada habisnya. Kehausan inilah yang disebut tanha. Tanha dibagi menjadi dua kelompok dan tiga jenis:
·         Menurut indriya dan materi:
·         Kama tanha: Keinginan karena ditimbulkan adanya nafsu indriya.
·         Rupa tanha: keinginan akan bentuk.
·         Arupa tanha: keinginan tanpa bermateri.
·         Menurut indriya dan kehidupan:
·         Rupa tanha : Kehausan akan bentuk
·         Sadda tabha : Kehausan akan suara
·         Gandha tanha : Kehausan akan bau
·         Rasa tanha: Kehausan akan rasa-rasa
·         Photthabha tanha: Kehausan akan sentuhan
·         Dhamma tanha : Kehausan akan bentuk-bentuk pikiran
·         Bhava Tanha, kehausan akan penjelmaan hidup yang kekal dan abadi dalatn alam yang berbentuk (rupa loka) atau tiada bentuk (arupa loka).
·         Vibhava Tanha : kehausan yang disebabkan adanya pandangan yang salah akhimya memusnahkan diri dan beranggapan dengan kematiannya segala sesuatu akan berakhir dengan segalanya.
c.       Paticca samuppada : segala sesuatu yang saling bergantungan.
Karena kegelapan batin yang sangat tebal, maka manusia tidak mengerti kapan dilahirkan, kapan akan mati, dan tumimbal lahir tems-menerus karena mata rantai yang tiada hentinya. Sebelum keadaan yang terbebas dari Paticcasamuppada berhasil kita raih yaitu: Nibbana.
d.      Hukum karma, hukum perbuatan,
Asal mula dari segala bentuk kehidupan karena adanya hasil dari pada kerjanya hukum karma. Baik bagi mereka yang bahagia, baik bagi mereka yang terkena penderitaan.

3.      Dukkha Nirodha Ariyasacca
Bila di dalam diri manusia ada kekuatann untuk menimbulkan adanya dukkha, maka di dalam diri manusiapun ada kekuatan untuk menghentikan dukkha: "Dengan timhulm'a ini maka timhullah itu, dengan tidak timhullah maka lidak timhullah ilii". Seperti juga yang di alami guru agung Sang Buddha Gotama dengan perjuangan yang sangat berat maka tercapailah berhentinya dukkha. Beliau pun mengajarkan kepada siswa-Nya. bahwa setiap batin makhluk punya kekuatan untuk menghentikan dukkha, tinggal bagaimana kita berusaha mengembangkan kekuatan yang ada pada diri kita tersebut.
a.       Terhentinya tanha.
Dengan dipadamkannya keinginan-keinginan rendah yang tiada pemah terpuaskan maka rangkaian dari dukkha akan berakhir. Di dalam dunia terdapat hal-hal yang menyenangkan, disanalah tanha terhenti (dipadamkan). (Digha Nikaya 22, Maha Satipatthana Sutta). Buddha bersabda: "Baik di jaman yang lampau, jaman sekarang ataupun jaman yang akan datang, jika seorang bhikkhu atau brahmana, menggapai di dunia yang disukai dan disenangi, sebagai tidak kekal (anicca), menyakitkan (dukkha), tanpa inti yang kekal (anatta). sebagai penyakit yang berbahaya, dia telah menaklukkan tanha". (Samyutta Nikaya XIl. 66).
Misalnya: Karena seorang berdana ingin dipuji, maka ia akan sedih bila tidak ada yang memujinya. Seseorang memberikan dana dengan segala perasaan Metta dan Karuna yang besar, tanpa keinginan yang lain, maka ia terbebas dari dukkha.
b.      Terhentinya rantai derita, Paticca Samuppada.
Dengan melenyapkan Avijja dan Tanha. maka lenyaplah semua bentuk ikatan, dengan lenyapnya semua bentuk ikatan maka berakhirlah perbuatan karma baru. Dengan terhentinya arus penjelmaan maka terhentilah kelahiran dan kematian. Ke dua belas rantai yang saling bergantungan ini akan terhenti dengan tercapainya kebebasan mutlak yang tertinggi yaitu Nibbana. Semua ketergantungan tidak akan terjadinya lagi karena terputus di tengah jalan maka dukkha akan terhenti.
c.       Penembusan, dimengertinya dengan sesungguhnya hukum kesunyataan.
Untuk menghilangkan dukkha dalam hidup diperlukan pengertian terhadap Hukum Kesunyataan. Kita akan mampu menembus hukum kesunyataan tersebut dengan mengolah batin dan pikiran melalui meditasi seperti yang dilakukan Buddha Gotama. Menyadari segala sesuatu dengan penyelaman, bukan karena kebodohan.
Misalnya: kesedihan kita karena mendapatkan wajah yang jelek. Dukkha tidak berakhir karena kita kurang memandang adanya sesuatu yang benar dengan hukum Anicca, Dukkha, dan Anatta. Dengan berakhimya/lenyapnya dukkha maka tercapailah keadaan Nibbana.

4.      Dukkha Nirodha Gaminipaëipada Ariyasacca
Kesuyataan yang keempat adalah jalan untuk melenyapkan derita. Sebelum Pangeran Sidharta mencapai Penerangan Sempurna, di daerah India Utara, di masa itu masayarakat di sana telah melakukan bentuk upacara-upacara pengorbanan yang dinamakan "Yajna", dengan mengorbankan binatang-binatang, bahkan manusia untuk mencari keselamatan dan kebahagiaan. Lama-kelamaan karena keserakahan para pemimpin spiritual mereka yang meminta upah yang sangat tinggi, akhimya mereka menjadi ragu akan hasil dan buahnya. Di kemudian hari banyak bermunculan faham-faham yang karena kebiasaan akhimya menjadi pedoman bermasyakat. Di antara dua taham tersebut yang terkenal adalah:
  • Faham Carvaka
Faham ini tidak mempercayai adanya kehidupan setelah kehancuran badan jasmani. Mereka menganggap hidup hanya sekali saja. Karena pandangan mereka inilah, mereka hidup diperbudak oleh hawa nafsu. Di sana-sini banyak timbul bentuk kejahatan, diantaranya: pencurian, perampokan, pemerkosaan, mabuk-mabukan dan lain sebagainya. Di sini berlaku hukum: Siapa yang kuat itulah yang berkuasa.
  • Faham Titthiya
Faham ini mengajarkan adanya roh yang kekal, bahagia yang menurut mereka menjadi menderita karena terbelenggu oleh badan jasmani. Karena pandangan inilah banyak timbul bentuk-bentuk penyiksaan din yang paling hebat.
Sang Buddha mengajarkan JALAN TENGAH ini bertujuan untuk mengakhiri dukkha. Jalan tengah sering diartikan satu jalan mulia beruas delapan karena terdiri dari tiga bagian: Pañña, Sila dan Samadhi.
  • Bagian Pañña Sikkha
a.    Samma ditlhi: pandangan benar.
Mempunyai pandangan yang benar terhadapa segala sesuatu, baik berupa benda-benda, kata-kata, perbuatan, pikiran, dan perbuatan menurut arti yang sesungguhnya, yaitu sesuai dengan hukum empat kesunyataan mulia dan hukum kesunyataan. Menyelami dan menembus dengan bati sendiri terhadap Hukum Kesunyataan.
b.    Samma sankappa: pikiran benar.
Mempunyai bentuk pikiran yang terbebas dari hawa nafsu (nekkhamasankappa), kekejaman (Avihimsakasankappa), dan dendam (abyapadasankappa). Berusaha mengembangkan pikiran yang luhur (brahmavihara), yang terlepas dari mementingkan diri sendiri (Macchariya), dan mewujudkan dalam pikiran yang senantiasa diliputi oleh keadaan cinta kasih (metta) dan kasih sayang (karuna) yang universal kepada semua makhluk hidup.
·        Bagian Sila Sikkha
a.    Samma vaca: ucapan benar.
Ucapan benar adalah ucapan yang menghindari
1.      Musavada: berbohong.
2.      Pisunavaca: berbicara yang dapat menimbulkan perpecahan dan fitttahan.
3.      Pharusa vaca: kata-kata yang kotor.
4.      Samphappapala: berbicara hal-hala yang tidak berguna, tidak pada waktunya.
Lebih tepatnya menghindari ucapan yang dapat menimbulkan kebencian, dendam, iri hati,
perkelahian, peparangan dan lain-lain. Suatu ucapan dapat dikatakan benar apabila:
1.      Kata-kata itu benar
2.      Kata-kata itu beralasan.
3.      Kata-kata itu berfaedah
4.      Kata-kata itu diucapkan tepat pada waktu dan tempatnya.
a.    Samma kamanta: perbuatan benar.
Perbuatan benar adalah perbuatan yang menghindari penganiayaan dan pembunuhan, pencurian dan perbuatan asusila. Suatu perbuatan dikatakan benar apabiia diperbuat tidak memgikan diri sendiri maupun2. Berdagang makhluk-i-naldiluk hidup.
b.    Samma ajiva: mata pencaharian yang benar.
Menghindari mata pencaharian yang merugikan misalnya
·        Berdagang daging.
·        Berdagang minuman yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran.
·        Berdagang racun.
  • Bagian Samadhi Sikkha
a.       Samma vayama: daya  upaya henar.
Berdaya upaya yang benar adalah berusaha menghindari segala bentuk sesuatu yang tidak baik yang belum muncul. Bila mencerap sesuatu bentuk dengan mata. suara dengan telinga, bau-bauan dengan hidung rasa dengan lidah, sentuhan dengan badan jasmani atau dengan obyek mental, ia hams tidak melekat, baik seluruhnya maupun sebagian.
·         Berdaya upaya mengatasi hal-hal yang tidak baik atau tidak sehat yang telah muncul, yang telah dicerap melalui enam landasan inriya.
·         Berdaya upaya membangkitkan tau mengembangkan bentuk kebajikan yang belum muncul.
·         Berdaya upaya membina dan memupuk serta mempertahankan hal yang bajik yang telah muncul dalam diri kita.
b.      Samma sati: perhatian benar.
Harus senantiasa waspada, sadar, dan penuh perhatian terhadap gerak-gerik enam landasan indriya. Perhatian yang benar adalah perhatian yang mempu menembus apa yang sesungguhnya di katakan "kosong", dan mengatasi perhatian melalui enam landasan indriya kita yang salah.
c.       Samma samadhi: kosentrasi benar.
Pembinaan pikiran yang terus menerus melalui praktek meditasi melalui dua bentuk Samadhi Samatha dan Vipassana yang bertujuan mencapai kehidupan yang bahagia, serta menuju ke arah kehidupan yang suci, pencapaian tahap kesucian, menuju penembusan kesunyataan maka tercapailah Nibbana. Tujuan sebenamya meditasi bukanlah kekuatan gaib. melainkan kosentrasi pikiran melalui pemegangan obyek yang kuat dan pengendalian pikiran yang kuat menuju kosentrasi yang penuh seperti yang akan diuraikan dalam pelajaran samadhi.

Satu jalan mulia beruas delapan inilah mempunyai tahap pelaksanaan dari Sila Sikkha, lalu Samadhi Sikkha maka akan tercapai Pañña Sikkha. Tanpa adanya sila yang kuat kedua hal tersebut di atas tak akan tercapai. Dukkha yang terjadi pada manusia adalah disebabkan adanya arus kekotoran batin. Pembasmian arus kekotoran batin ini adalah dengan memupuk pelaksanaan satu jalan mulia beruas delapan.
ARUS KEKOTORAN BATIN
Dukkha yang terjadi pada manusia adalah di sebabkan adanya arus kekotoran batin. Pembasmian arus kekotoran batin ini adalah dengan memupuk pelaksanaan satu jalan mulia beruas delapan.
Bila kita melaksanakan "sila" maka kita mengusir arus kekotoran batin untuk sementara pada suatu saat akan timbul kembali bila kita berpaling dari "sila".
Bila kita tetah melaksanakan "samadhi", maka arus kekotoran batin itu telah diusir jauh, dan memerlukan waktu yang cukup lama untuk kembali, seandainya kita berpaling dari "samadhi". Maka kekotoran batin itu akan timbul kembali.
Apabiia kita telah sampai pada "pañña", maka arus kekotoran batin itu sudah kita musnahkan, dan tidak akan muncul kembali lagi. Kita memperoleh kebahagiaan yang tertinggi, kesucian (Nibbana).

0 komentar:

Posting Komentar