Minggu, 23 Maret 2014

perkembangan tantrayana


PERKEMBANGAN TANTRAYANA
DAN AJARAN-AJARANNYA

Tantrayana memiliki arti secara harafiah jalan Tantra atau Jalan Petir (kilat). Dikatakan demikian karena Tantrayana merupakan kelanjutan dari Hinayana yang menekankan disipilin Dharma, dan Mahayana yang menekankan jalan Bodhisattva. Sehingga Tantrayana bukan saja menekankan disiplin Hinayana dan cita-cita Mahayana, lebih dari itu memiliki kajian dan pemahaman yang lebih dalam dan jauh didalam menghayati jalan serta mereaiisasikan tujuan, baik tujuan dari Hinayana untuk mencapai pembebasan maupun Mahayana yang menginginkan tujuan Bodhisattva. Dengan demikian Tantrayana merupakan perpaduan antara pelaksanaan Hinayana dan Mahayana disamping ajaran esoterik Tantrayana sendiri.

Tantrayana memiliki sejarah dan perkembangan dalam beberapa hal, berbeda dengan sejarah perkembangan Hinayana dan Mahayana. Meskipun demikian, antara Tantrayana dan Mahayana mengalami perpaduan ajaran. Hal yang demikian menjadi suatu kenyataan yang jauh lebih nyata ketika para Guru Tantra juga merupakan Bodhisattva dan Kalyanamitra. Karena ajaran esoterik Tantrayana tidak dapat ditemukan di dalam Tripitaka, tidak jarang beberapa pihak bersikap konfrontatif terhadap Buddhisme Tantrayana. Tantrayana, Mahayana maupun Hinayana sesungguhnya memiliki sejarah dan mata-rantai yang berbeda-beda dalam beberapa hal. Dalam kepercayaan Tantrayana di Tibet, satu-satunya tempat yang tetap menghayati ajaran Tantrayana secara utuh sampai saat ini, mengatakan dan diyakini bahwa satu tahun sebelum Sang Buddha memasuki Nirvana, Beliau mewujudkan diri sebagai Kalachakra dan memberikan transformasi kepada Raja Suchandra, yang berdiam di alam gaib yang disebut Shambhala, yang konon berada di dareah Himalaya. Sejak saat itulah dianggap pengajaran Tantrayana telah dilaksanakan oleh Sang Buddha secara esoterik yang selanjutnya terus berkembang di bawah para gum esoterik secara turun-temurun.
Buddhisme Tantrayana berkembang keluar India (Jambudwipa) sejak tahun 500 masehi, sampai mencapai sebagian besar kawasan Asia termasuk Indonesia. Tantrayana di Indonesia meninggalkan bekas yang tak mungkin terlupakan; candi-candi, stupa-stupa berikut area-area disamping kepercayaan masyarakat luas akan penggunaan mantra-mantra dan Bija mantra, baik sebagai pelindung maupun sebagai ajimat serta lukisan-lukisan yang mendatangkan kekuatan supranatural.
Untuk mengetahui bagaimana Tantrayana masuk ke Indonesia dan berasal dari garis silsilah yang mana, sulit untuk dilakukan. Hal ini disebabkan karena Buddhisme Tantrayana di Indonesia mengalami malapetaka bahkan lenyap sama sekali tanpa meninggalkan ajaran yang kongkrit tentang praktek Tantrayana pada masa itu. Walaupun kita dapat mengkajinya melalui candi-candi dan lontar (naskah kuno) yang masih ada hingga saat ini, namun sedikit sekali yang dapat membantu menentukan sejarah masuk dan garis silsilah Tantrayana di Indonesia. Baik lontar maupun candi-candi serta di tempat-tempat lainnya hanya memberikan bukti yang terpotong-potong dan tanpa keterangan yang lebih banyak. Kejadian semacam ini juga terjadi di tempat-tempat dimana Buddhisme Tantrayana pemah hidup dan berkembang dengan sangat mengagumkan, namun akhirnya lenyap. Satu-satunya jalan yang dapat dilakukan adalah dengan mengkaji ajaran Tantrayana dimana ajaran Tantrayana secara utuh dan mumi, yaitu di Tibet. Di sana terdapat puluhan ribu Bhikshu yang menganut Tantra yang tetap dipelihara secara benar-benar dan dihayati hingga mengantarkan begitu banyak Lama/ Guru mencapai realisasi tertinggi.
Buddhisme masa lalu di Indonesia bersumber dari Yang Maha Pengasih Bodhisattva Maitreya. Hal ini dapat kita temukan di dalam sebuah ungkapan yang terdapat dalam Sanghyang Kamahayanikan, dimana dikatakan bahwa ajaran tersebut (Sanghyang Kamahayanikan) adalah ajaran dari Acarya Sri Dignaga, Acarya Sri Dignaga adalah siswa dari Acarya Arya Asangha dan Beliau mendapatkan tranformasi langsung dari Bodhisattva Maitreya. Beberapa pemyataan Acarya Dipankara Srijnana (Atisa), dalam beberapa naskahnya setelah dua belas tahun berada di bawah bimbingan Yang Maha Bijaksana Acarya Swamapandita Dharmakirti di Swamabumi (Sumatra/ Sriwijaya).
Perkembangan Buddhisme dewasa ini bersumber dari Tantrayana di Tibet. Para Lama tidak saja membangkitkan kembali Bodhicitta yang telah musnah di beberapa tempat yang dahulu menganut Tantrayana, tetapi juga menaburkan benih-benih Bodhicitta di tempat-tempat dimana saja, dimana tempat tersebut |auh dari |angkaun kehidupan spiritual timur, yakni di barat. Berkat usaha para Lama itulah menyebabkan Buddha Dharma tersebar ke seluruh dunia. Begitu banyak para pengikut ajaran Buddha Dharma Tantrayana dan banyak juga yang mencapai realisasi yang tinggi.
Catvari Trantrapitaka (Empat kelas Tantra),
1.      Kriya Tantra (Tantra tindakan)
2.      Carya Tantra (Tantra perbuatan/hasil)
3.      Yoga Tantra (Tantra penyatuan).
4.      Anuttaro Yoga Tantra (Tantra penyatuan tertinggi).

Abhiseka
Abhiseka atau Inisiasi (Tibet: Wang) merupakan syarat untuk memasuki Tantrayana. Tanpa menerima Inisiasi seorang tidak dibenarkan mempraktekkan salah satu dari Catvari Tantra di atas. Abhiseka memiliki arti bahwa seseorang yang telah diterima menjadi salah satu pewaris ajaran Tantra dan oleh karena itu ia berhak untuk menghayatinya. Abhiseka juga untuk memastikan bahwa seseorang menerima kepastian untuk merealisasikan dikemudian hari, baik secara cepat atau lambat. Syarat untuk menerima Abhiseka seseorang harus terlebih dahulu memahami Buddha Dharma khususnya Hinayana dan Mahayana. Abhiseka dan semua ibadah Tantrayana ditujukan untuk mencapai realisasi cepat dan dalam kehidupan ini juga. Untuk itu hanya mereka yang benar-benar telah memahami Buddha Dharma saja yang akan dapat menghayati jalan Tantra. Guru Tantra pada saat Abhiseka akan membawa masuk secara esoterik ke dalam Mandala Yidam tertentu sesuai dengan tujuan Abhiseka-nya.
Sejak saat itu siswa atau Sadhaka harus tetap melaksanakan Sadhana pada Yidam yang telah ia terima dari Guru Tantrayana hingga ia sendiri bahwa dirinya sudah menerima realisasi atas Yidam yang menjadi tujuan Sadhana-nya. Semua Sadhana dan ibadah Yidam terdiri dari: pendahuluan, pelaksanaan sesungguhnya dan pelaksanaan akhir. Setiap Sadhana harus diakhiri setelah dirasakan terjadi realisasi.
Selain itu seorang siswa diharuskan untuk membhaktikan diri dan segala sesuatu kehidupannya kepada Guru Tantrayana. Hubungan antara Guru Tantra dengan Sadhaka merupakan ikatan batin yang akan terus erat untuk melewati kehidupan demi kehidupan. Seorang Sadhaka seharusnya tetap berjumpa dengan Guru Tantra-nya dalam setiap kehidupan hingga tercapai realisasi tertinggi. Dengan demikian adalah menjadi tugas dari siswa untuk selalu mendekatkan diri kepada gurunya dengan rasa bhakti dan kepercayaan di atas segala-galanya. Bagaimana seorang siswa harus memandang guru Tantra-nya, diajarkan di dalam naskah Guru Pancasikha dan Dasar Dari Semua Kebajikan. Setiap Sadhaka diharuskan untuk memegang teguh kedua naskah tersebut, untuk menolong agar dapat mencapai realisasi tertinggi dan menghindarkannya terlahir terpisah dari Guru Tantra. Keberhasilan ibadah siswa sangat ditentukan oleh bhaktinya kepada Guru Tantra, baik yang melalui perbuatan maupun pikiran dengan ditunjang motivasi yang kuat dalam setiap melaksanakan Sadhana. Dengan demikian Abhiseka amat penting untuk memasuki Tantrayana.

Tri Nirapatti (Tiga macam silsilah)
1.      Silsilah keluarga
2.      Silsilah reinkarnasi
3.      Silsilah ajaran (guru/siswa).

Antarbhava (antara kelahiran/Tibet: Bardo)
Pada saat seseorang meninggal, kesadaran orang tersebut melewati suatu fenomena antara kematian jasmani dan kelahiran kembali dalam kehidupan berikutnya. Pada saat yang demikian, bilamana seseorang setelah mengembangkan tekhnik pengembangan batin tertentu ia dapat memanfaatkan Antarbhava untuk naik ke dalam kesadaran yang tinggi.

Mandala dan persembahan Mandala
Salah satu bagian ibadah Tantrayana yang utama adalah persembahan Mandala. Mandala dalam persembahan tersebut mewujudkan jagat raya yang berisi antara lain: empat daratan dengan bagiannya, gunung Mahameru, Pagar jagat raya, matahari, bulan, benda-benda milik Cakkhravartin, dipersembahkan kepada Sang Tri Ratna, Gum atau Yidam sebagai sarana untuk mengumpulkan kebajikan. Karena dengan menjadi Cakkhravartin siswa akan lebih mudah untuk merealisasikan kesadaran tertinggi. Dan setaip realisasi akan berarti puia ia menjadi Cakhravartin sebagaimana para Bodhisattva dan Buddha.
Mandala yang lain merupakan Mandala dimana Yidam (Buddha, Bodhisattva) berada. Mandala yang demikian akan dimasuki oleh siswa yang menerima Abhiseka, dan dalam setiap meditasi Yidam tertentu Sadhaka iuea akan memasiiki Mandala Yidam-nya
Divi Tantra (Dua golongan Tantra):
1.      Tantra ayah (Tibet: Pha Rgyud), misalnya: Guhya-samaja-tantra.
2.      Tantra ibu (Tibet: Ma Rgyud), misalnya: Cakrasambhava-tantra.

Pancatathagatakula (lima keluarga Tathagata):
  1. Padmakula (keluarga Tathagata Padma/Amitabha).
  2. Vajrakula (keluarga Tathagata Vajra/Akshobhya).
  3. Ratnakula (keluarga Tathagata Ratna/Ratnasambhawa).
  4. Visvakula (keluarga Tathagata Visva/Amoghasiddhi).
  5. Buddhakula (keluarga Tathagata Buddha/Vairocana).

Cakra Tubuh
1.      Mahasuka (terletak di kepala) putih.
2.      Sambhoga (terletak di tenggorokan) merah.
3.      Dharma (terletak di jantung) putih.
4.      Nirmala (terletak di pusar) merah.

Meditasi Tumo (meditasi dalam api)
  1. Meninggalkan nafas yang tidak benar dan hayati tubuhmu adalah palsu.
  2. Visualisasi nadhi.
  3. Latihan arus menuju bija aksara.
  4. Visualisasikan bija aksara
  5. Nyalakan bunga api dalam.
  6. Buatlah api dalam berkobar.
  7. Berkobar api dan menjilat-jilat.
  8. Berkobar dan menjilat-jilat luar biasa.


Tambahan
Oral Instruction
Sejarah Mahayana
·         Perkembangan Mahayana erat sekali kaitannya dengan kedatangan Acarya Nagarjuna ke alam Naga selama sembilan belas hari untuk mengambil naskah-naskah Mahayana yang dititipkan oleh Sang Buddha. Salah satu naskah tersebut ialah Prajnaparamitasrotra.
·         Ajaran utama Mahayana adalah untuk mencapai penerangan demi kebahagian semua makhluk.
·         Bodhicitta -. Berlindung dan membangkitkan Bodhicitta. -. Sad Paramita dan Catur Paramita.
·         Mahayana dan Hinayana.
·         Mahayana di Indonesia, candi Plaosan, Mendut.
·         Buddha Bodhisattva dan Trikaya Buddha.
·         Asta upautra/delapan putra Sang Buddha: Manjushri, Vajrapani, Avalokitesvara, Ksitigarbha, Sarvavirana Viskambhini, Akasagarbha, Maitreya, dan Samantabhadra.
·         Sad Alankara divi utumapurusa/enam hiasan dan dua yang ter-baik, delapan guru agung dan Jambudvipa; Nagarjuna, Aryadeva, Asangham, Vasubandhu, Dignaga, Dharmakirti, Gunapra-bhayan Suryaprabha.

0 komentar:

Posting Komentar