PERKEMBANGAN TANTRAYANA
DAN
AJARAN-AJARANNYA
Tantrayana memiliki arti secara
harafiah jalan Tantra atau Jalan Petir (kilat).
Dikatakan demikian karena Tantrayana merupakan kelanjutan dari Hinayana yang
menekankan disipilin Dharma, dan Mahayana yang menekankan jalan Bodhisattva.
Sehingga Tantrayana bukan saja menekankan disiplin Hinayana dan cita-cita
Mahayana, lebih dari itu memiliki kajian dan pemahaman yang lebih dalam dan
jauh didalam menghayati jalan serta mereaiisasikan tujuan, baik tujuan dari
Hinayana untuk mencapai pembebasan maupun Mahayana yang menginginkan tujuan
Bodhisattva. Dengan demikian Tantrayana merupakan perpaduan antara pelaksanaan
Hinayana dan Mahayana disamping ajaran esoterik Tantrayana sendiri.
Tantrayana memiliki sejarah dan perkembangan
dalam beberapa hal, berbeda dengan sejarah perkembangan Hinayana dan Mahayana.
Meskipun demikian, antara Tantrayana dan Mahayana mengalami perpaduan ajaran.
Hal yang demikian menjadi suatu kenyataan yang jauh lebih nyata ketika para
Guru Tantra juga merupakan Bodhisattva dan Kalyanamitra. Karena ajaran esoterik
Tantrayana tidak dapat ditemukan di dalam Tripitaka, tidak jarang beberapa
pihak bersikap konfrontatif terhadap Buddhisme Tantrayana. Tantrayana, Mahayana
maupun Hinayana sesungguhnya memiliki sejarah dan mata-rantai yang berbeda-beda
dalam beberapa hal. Dalam kepercayaan Tantrayana di Tibet, satu-satunya tempat
yang tetap menghayati ajaran Tantrayana secara utuh sampai saat ini, mengatakan
dan diyakini bahwa satu tahun sebelum Sang Buddha memasuki Nirvana, Beliau
mewujudkan diri sebagai Kalachakra dan memberikan transformasi kepada
Raja Suchandra, yang
berdiam di alam gaib yang disebut Shambhala, yang konon berada di dareah
Himalaya. Sejak saat itulah dianggap pengajaran Tantrayana telah dilaksanakan
oleh Sang Buddha secara esoterik yang selanjutnya terus berkembang di bawah
para gum esoterik secara turun-temurun.
Buddhisme Tantrayana berkembang keluar
India (Jambudwipa) sejak tahun 500 masehi, sampai mencapai sebagian besar
kawasan Asia termasuk Indonesia. Tantrayana di Indonesia meninggalkan bekas
yang tak mungkin terlupakan; candi-candi, stupa-stupa berikut area-area
disamping kepercayaan masyarakat luas akan penggunaan mantra-mantra dan Bija mantra, baik sebagai pelindung
maupun sebagai ajimat serta lukisan-lukisan yang mendatangkan kekuatan
supranatural.
Untuk mengetahui bagaimana Tantrayana masuk ke Indonesia
dan berasal dari garis silsilah yang mana, sulit untuk dilakukan. Hal ini
disebabkan karena Buddhisme Tantrayana di Indonesia mengalami malapetaka bahkan
lenyap sama sekali tanpa meninggalkan ajaran yang kongkrit tentang praktek
Tantrayana pada masa itu. Walaupun kita dapat mengkajinya melalui candi-candi
dan lontar (naskah kuno) yang masih ada hingga saat ini, namun sedikit sekali
yang dapat membantu menentukan sejarah masuk dan garis silsilah Tantrayana di
Indonesia. Baik lontar maupun candi-candi serta di tempat-tempat lainnya hanya
memberikan bukti yang terpotong-potong dan tanpa keterangan yang lebih banyak.
Kejadian semacam ini juga terjadi di tempat-tempat dimana Buddhisme Tantrayana
pemah hidup dan berkembang dengan sangat mengagumkan, namun akhirnya lenyap.
Satu-satunya jalan yang dapat dilakukan adalah dengan mengkaji ajaran
Tantrayana dimana ajaran Tantrayana secara utuh dan mumi, yaitu di Tibet. Di
sana terdapat puluhan ribu Bhikshu yang menganut Tantra yang tetap dipelihara
secara benar-benar dan dihayati hingga mengantarkan begitu banyak Lama/ Guru
mencapai realisasi tertinggi.
Buddhisme masa lalu di Indonesia bersumber dari Yang Maha
Pengasih Bodhisattva Maitreya. Hal ini dapat kita temukan
di dalam sebuah ungkapan yang terdapat dalam Sanghyang Kamahayanikan, dimana dikatakan
bahwa ajaran tersebut (Sanghyang Kamahayanikan) adalah ajaran dari Acarya
Sri Dignaga, Acarya Sri Dignaga adalah siswa dari Acarya Arya
Asangha dan Beliau mendapatkan tranformasi langsung dari Bodhisattva
Maitreya. Beberapa pemyataan Acarya Dipankara Srijnana (Atisa),
dalam beberapa naskahnya setelah dua belas tahun berada di bawah bimbingan Yang
Maha Bijaksana Acarya Swamapandita Dharmakirti di Swamabumi (Sumatra/
Sriwijaya).
Perkembangan Buddhisme dewasa ini bersumber dari
Tantrayana di Tibet. Para Lama tidak saja membangkitkan kembali Bodhicitta yang
telah musnah di beberapa tempat yang dahulu menganut Tantrayana, tetapi juga
menaburkan benih-benih Bodhicitta di tempat-tempat dimana saja, dimana tempat
tersebut |auh dari |angkaun kehidupan spiritual timur, yakni di barat. Berkat
usaha para Lama itulah menyebabkan Buddha Dharma tersebar ke seluruh
dunia. Begitu banyak para pengikut ajaran Buddha Dharma Tantrayana dan banyak
juga yang mencapai realisasi yang tinggi.
Catvari Trantrapitaka (Empat kelas Tantra),
1. Kriya Tantra (Tantra
tindakan)
2. Carya Tantra (Tantra perbuatan/hasil)
3. Yoga Tantra (Tantra penyatuan).
4. Anuttaro Yoga
Tantra (Tantra
penyatuan tertinggi).
Abhiseka
Abhiseka atau Inisiasi
(Tibet: Wang) merupakan syarat untuk memasuki Tantrayana. Tanpa menerima
Inisiasi seorang tidak dibenarkan mempraktekkan salah satu dari Catvari Tantra di atas. Abhiseka memiliki arti bahwa seseorang
yang telah diterima menjadi salah satu pewaris ajaran Tantra dan oleh karena
itu ia berhak untuk menghayatinya. Abhiseka
juga untuk memastikan bahwa seseorang menerima kepastian untuk
merealisasikan dikemudian hari, baik secara cepat atau lambat. Syarat untuk
menerima Abhiseka seseorang harus
terlebih dahulu memahami Buddha Dharma khususnya Hinayana dan Mahayana. Abhiseka dan semua ibadah Tantrayana
ditujukan untuk mencapai realisasi cepat dan dalam kehidupan ini juga. Untuk
itu hanya mereka yang benar-benar telah memahami Buddha Dharma saja yang akan
dapat menghayati jalan Tantra. Guru Tantra pada saat Abhiseka akan membawa masuk secara esoterik ke dalam Mandala Yidam tertentu sesuai dengan
tujuan Abhiseka-nya.
Sejak saat itu siswa atau Sadhaka harus tetap melaksanakan Sadhana
pada Yidam yang telah ia terima dari
Guru Tantrayana hingga ia sendiri bahwa dirinya sudah menerima realisasi atas Yidam yang menjadi tujuan Sadhana-nya.
Semua Sadhana dan ibadah Yidam terdiri dari: pendahuluan, pelaksanaan sesungguhnya
dan pelaksanaan akhir. Setiap Sadhana harus diakhiri setelah dirasakan terjadi
realisasi.
Selain itu seorang siswa diharuskan
untuk membhaktikan diri dan segala sesuatu kehidupannya kepada Guru Tantrayana.
Hubungan antara Guru Tantra dengan Sadhaka merupakan ikatan batin yang akan terus
erat untuk melewati kehidupan demi kehidupan. Seorang Sadhaka seharusnya tetap
berjumpa dengan Guru Tantra-nya dalam setiap kehidupan hingga tercapai
realisasi tertinggi. Dengan demikian adalah menjadi tugas dari siswa untuk
selalu mendekatkan diri kepada gurunya dengan rasa bhakti dan kepercayaan di
atas segala-galanya. Bagaimana seorang siswa harus memandang guru Tantra-nya,
diajarkan di dalam naskah Guru Pancasikha dan Dasar Dari Semua Kebajikan.
Setiap Sadhaka diharuskan untuk memegang teguh kedua naskah tersebut, untuk
menolong agar dapat mencapai realisasi tertinggi dan menghindarkannya terlahir
terpisah dari Guru Tantra. Keberhasilan ibadah siswa sangat ditentukan oleh
bhaktinya kepada Guru Tantra, baik yang melalui perbuatan maupun pikiran dengan
ditunjang motivasi yang kuat dalam setiap melaksanakan Sadhana. Dengan demikian
Abhiseka amat penting untuk memasuki
Tantrayana.
Tri Nirapatti (Tiga macam silsilah)
1. Silsilah keluarga
2. Silsilah reinkarnasi
3. Silsilah ajaran (guru/siswa).
Antarbhava (antara kelahiran/Tibet: Bardo)
Pada saat seseorang meninggal,
kesadaran orang tersebut melewati suatu fenomena antara kematian jasmani dan
kelahiran kembali dalam kehidupan berikutnya. Pada saat yang demikian, bilamana
seseorang setelah mengembangkan tekhnik pengembangan batin tertentu ia
dapat memanfaatkan Antarbhava untuk naik ke dalam kesadaran yang tinggi.
Mandala dan persembahan
Mandala
Salah satu bagian ibadah Tantrayana
yang utama adalah persembahan Mandala. Mandala dalam persembahan tersebut
mewujudkan jagat raya yang berisi antara lain: empat daratan dengan bagiannya,
gunung Mahameru, Pagar jagat raya, matahari, bulan, benda-benda milik
Cakkhravartin, dipersembahkan kepada Sang Tri Ratna, Gum atau Yidam sebagai
sarana untuk mengumpulkan kebajikan. Karena dengan menjadi Cakkhravartin siswa
akan lebih mudah untuk merealisasikan kesadaran tertinggi. Dan setaip realisasi
akan berarti puia ia menjadi Cakhravartin sebagaimana para Bodhisattva dan
Buddha.
Mandala yang lain merupakan Mandala
dimana Yidam (Buddha, Bodhisattva) berada. Mandala yang demikian akan dimasuki
oleh siswa yang menerima Abhiseka,
dan dalam setiap meditasi Yidam tertentu Sadhaka iuea akan memasiiki Mandala Yidam-nya
Divi Tantra (Dua golongan
Tantra):
1. Tantra ayah (Tibet: Pha Rgyud),
misalnya: Guhya-samaja-tantra.
2. Tantra ibu (Tibet: Ma Rgyud), misalnya:
Cakrasambhava-tantra.
Pancatathagatakula (lima
keluarga Tathagata):
- Padmakula (keluarga Tathagata Padma/Amitabha).
- Vajrakula (keluarga Tathagata Vajra/Akshobhya).
- Ratnakula (keluarga Tathagata Ratna/Ratnasambhawa).
- Visvakula (keluarga Tathagata Visva/Amoghasiddhi).
- Buddhakula (keluarga Tathagata Buddha/Vairocana).
Cakra Tubuh
1. Mahasuka (terletak di
kepala) putih.
2. Sambhoga (terletak di tenggorokan)
merah.
3. Dharma (terletak di
jantung) putih.
4. Nirmala (terletak di
pusar) merah.
Meditasi Tumo (meditasi dalam api)
- Meninggalkan nafas yang tidak benar dan hayati tubuhmu adalah palsu.
- Visualisasi nadhi.
- Latihan arus menuju bija aksara.
- Visualisasikan bija aksara
- Nyalakan bunga api dalam.
- Buatlah api dalam berkobar.
- Berkobar api dan menjilat-jilat.
- Berkobar dan menjilat-jilat luar biasa.
Tambahan
Oral Instruction
Sejarah Mahayana
·
Perkembangan Mahayana erat sekali kaitannya dengan
kedatangan Acarya Nagarjuna ke alam Naga selama sembilan belas hari untuk
mengambil naskah-naskah Mahayana yang dititipkan oleh Sang Buddha. Salah satu
naskah tersebut ialah Prajnaparamitasrotra.
·
Ajaran utama Mahayana adalah untuk mencapai penerangan
demi kebahagian semua makhluk.
·
Bodhicitta -. Berlindung dan membangkitkan Bodhicitta. -.
Sad Paramita dan Catur Paramita.
·
Mahayana dan Hinayana.
·
Mahayana di
Indonesia, candi Plaosan, Mendut.
·
Buddha Bodhisattva dan Trikaya Buddha.
·
Asta upautra/delapan putra Sang Buddha: Manjushri,
Vajrapani, Avalokitesvara, Ksitigarbha, Sarvavirana Viskambhini,
Akasagarbha, Maitreya, dan Samantabhadra.
·
Sad Alankara divi utumapurusa/enam hiasan dan dua yang
ter-baik, delapan guru agung dan Jambudvipa; Nagarjuna, Aryadeva, Asangham,
Vasubandhu, Dignaga, Dharmakirti, Gunapra-bhayan Suryaprabha.
0 komentar:
Posting Komentar