SEJARAH
PERKEMBANGAN BUDDHISME DI INDONESIA
JAMAN
KEMERDEKAAN HINGGA ORDE LAMA
Pada jaman Kemerdekaan,
perkembangan Agama Buddha dimulai kembali seiring dengan munculnya kembali
organisasi-organisasi Buddhis yang bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan.
Meskipun belum diakuinya Agama Buddha sebagai agama negara yang resmi pada
jaman Orde Baru, tapi pada masa inilah, tepatnya tanggal 22 Mei 1953 telah
diadakannya perayaan Hari Raya Tri Suci Waisak 2497 untuk pertama kalinya di
Candi Borobudur.
Perjalanan perkembangan Agama
Buddha dan pembentukan organisasi umat Buddha di Indonesia pada jaman
Kemerdekaan hingga Orde Lama yang diwarnai oleh perbedaan pendapat dan
pandangan di kalangan pimpinan umat Buddha sehingga menimbulkan gejolak di
sana-sini hingga didirikannya beragam organisasi Buddhis baru.
Gabungan Tridharma
Indonesia (GTI)
Setelah terhenti pada masa
penjajahan Jepang, baru kemudian pada tahun 1952, organisasi Sam Kauw Hwee
digiatkan kembali. Perkumpulan Sam Kauw Hwee Indonesia bergabung dengan Thian
Lie Hwee yang dipimpin oleh almarhum Ong Tiang Biauw (yang kemudian menjadi
Bhikkhu Jinaputta) dan Gabungan Khong Kauw Hwee Indonesia (GAPAKSI). Bagian
kebaktian dari Sin Ming Hui (Perkumpulan Sosial Candrayana) dan Buddha Tengger,
membentuk Gabungan Sam Kauw Indonesia (GSKI) pada tanggal 20 Februari 1952 di
bawah pimpinan The Boan An. Pada tanggal 20 Februari 1953, pukul 12.00 WIB
didirikan GSKI di Jakarta yang ditetapkan sebagai badan hukum dengan Penetapan
Menteri Kehakiman RI No. JA5/31/13 tanggal 9 April 1953, dan termuat dalam
Tambahan Berita Negara RI No. 33 tanggal 24 April 1953 urutan no. 3. Organisasi
ini diketuai oleh The Boan An.
Setelah The Boan An ditahbiskan
menjadi Bhikkhu Theravada pada tahun 1954 di Birma (Myanmar) oleh Y.M. Mahasi
Sayadaw dengan nama Bhikkhu Ashin Jinarakkhita, ketua GSKI beralih kepada DRS.
Khoe Soe Kiam (Drs. Sasana Surya). Pada tahun 1962, GSKI berganti nama menjadi
Gabungan Tridharma Indonesia (GTI). Bhikkhu Ashin Jinarakkhita merupakan putera
pertama Indonesia yang menjadi bhikkhu sejak keruntuhan Kerajaan Majapahit.
Persaudaraan
Upasaka-Upasika Indonesia (PUUI)
Untuk membantu menyebarkan
ajaran Agama Buddha di Indonesia dan membantu Sangha dan bertanggung jawab
kepada Sangha Suci Indonesia, Bhikkhu Ashin Jinarakkhita mendirikan
Persaudaraan Upasaka-Upasika Indonesia (PUUI) pada 1955 - 1956 di Watugong,
Semarang. PUUI yang merupakan organisasi Buddhis yang mempelopori kebangkitan
dan perkembangan Agama Buddha di Indonesia sejak tahun 1950-an dalam
perkembangannya berganti nama menjadi Majelis Ulama Agama Buddha Indonesia
(MUABI), kemudian menjadi Majelis Upasaka-pandita Agama Buddha Indonesia
(MUABI), dan kemudian terakhir menjadi Majelis Buddhayana Indonesia (MBI) pada
tahun 1979. Organisasi ini diketuai secara berturut-turut oleh Sariputra
Sudono, kemudian oleh Karbono, Kolonel Soemantri M.S, Brigjen. Suraji A.A, Oka
Diputhera (Sek. Jen).
Perhimpunan Buddhis
Indonesia (PERBUDHI)
Tanggal 3 Mei 1958 dibentuk
Perhimpunan Buddhis Indonesia (PERBUDHI) yang berkedudukan di Semarang.
Organisasi ini dipimpin oleh Sosro Utomo (Ketua Buddha Tengger) dan terbentuk
karena kesukaran yang dialami oleh suku Jawa untuk bergabung dengan Gabungan
Tridharma Indonesia (GTI). Tetapi sejak tahun 1965 PERBUDI dipindahkan ke
Jakarta. Dalam Kongres 1978, PERBUDHI berubah menjadi PERBUDDHI sebagai
gabungan dari PERBUDHI, PUUI (Persaudaraan Upasaka-Upasika Indonesia), GPBI
(Gerakan Pemuda Buddhis Indonesia), dan Wanita Buddhis Indonesia. Dengan Ketua
Umum Sariputa Sudono, kemudian Kolonel Soemantri M.S. dan Brigjen Suraji A.A.
Sangha Suci Indonesia
Pada tahun 1959 Y.M. Bhikkhu Ashin Jinarakkhita
mengundang 13 bhikkhu dari luar negeri, yaitu:
Y.M. Mahasi Sayadaw dari Birma.
Y.M. Mahasi Sayadaw dari Birma.
Y.M. Somdach Choun Nath Mahathera dari Kamboja.
Y.M. Ung Mean Chanavanno Mahathera dari Kamboja.
Y.M. Piyadasi Mahathera dari Sri Lanka.
Y.M. Narada Mahathera dari Sri Lanka.
Y.M. Tudawe Arivawangsa Nayaka Thera dari Sri
Lanka.
Y.M. Walane Satthisara Mahathera dari Sri Lanka.
Y.M. Kamburugamuwe Mahanama Mahathera dari Sri
Lanka.
Y.M. Ransegoda Sarapala Thera dari Sri Lanka.
Y.M. Phra Visal Samanagun dari Thailand.
Y.M. Phra Sumreng Arnuntho Thera dari Thailand.
Y.M. Phra Kru Champirat Threra dari Thailand.
Y.M. Phra Kaveevorayan dari Thailand.
Undangan tersebut dalam rangka
membentuk Sangha Suci Indonesia, melalui penahbisan 3 calon bhikkhu Indonesia.
Kemudian Y.M. Bhikkhu Ashin Jinarakkhita juga mengirim calon-calon
bhikkhu/bhiksuni Indonesia lainnya untuk ditahbiskan di luar negeri. Tanggal 21 Mei 1959, Ong Tiang
Biauw (dari Tangerang) ditahbiskan menjadi Bhikkhu di "International
Sima" di Kassap, Semarang oleh H.E. Somdach Choun Nath Mahathera dari
Kamboja dengan nama Jinaputta. Pada hari yang sama I Ketut Tangkas (dari
Mengwi, Bali) ditahbiskan menjadi Samanera Jinapiya dan Sontomihardjo (dari
Kutoarjo) menjadi Samanera Jinananda. Tanggal 3 Juni 1959 di Pura Besakih,
Samanera Jinapiya ditahbiskan menjadi bhikkhu (pada tanggal 12-2-1976 sempat
lepas jubah) oleh Y.M. Narada Mahathera. Tanggal 26 Juli 1988 ia ditahbiskan
kembali di Wat Bovoranives, Bangkok dan diberi nama Thitaketuko.
Sangha Suci Indonesia pada tahun
1963 diubah namanya menjadi Maha Sangha Indonesia. Maha Sangha Indonesia
beranggotakan baik para bhikkhu Theravada maupun para bhiksu/bhiksuni Mahayana.
Dapat bersatunya para bhikkhu Dari berbagai aliran yang ditahbiskan di berbagai
negara adalah karena selaku Nayaka (Ketua) Y.M. Bhikkhu Ashin Jinarakkhita
menerapkan cara pandang Buddhayana yang non-sektarian, pluralistik, inklusif,
dan sekaligus kontekstual. Kendati demikian perbedaan
pandangan tetap saja dapat terjadi. Lima orang bhikkhu sempat memisahkan diri
dari Maha Sangha Indonesia pada tanggal 12 Januari 1972 dan membentuk Sangha
baru bernama Sangha Indonesia yang dipimpin oleh Y.M. Bhikkhu Girirakkhito.
Namun pada tanggal 14 Januari 1974 Sangha di Indonesia kembali satu dan
menggunakan nama baru, yaitu Sangha Agung Indonesia (SAI / SAGIN).
Musyawarah Umat Buddha
Seluruh Indonesia (MUBSI)
Pada tahun 1962, anggota
PERBUDHI cabang Yogyakarta dan Jawa Tengah menyatakan keluar dari PERBUDHI,
kemudian membentuk Musyawarah Umat Buddha Seluruh Indonesia (MUBSI) dipimpin
oleh Drs. Soeharto Djojosumpeno (Yogyakarta) yang yang terakhir menjabat
sebagai staf pada Lemhanas. Keluarnya anggota PERBUDHI cabang Yogyakarta dan
Jawa Tengah dipicu dengan pendapat bahwa kegiatan organisasi PERBUDHI tidak
dapat berjalan dengan baik karena para Upasaka-Upasika yang tergabung dalam
PUUI (Persaudaraan Upasaka-Upasika Indonesia) tidak tunduk kepada keputusan
kongres, tetapi kepada Sangha.
Buddhis Indonesia
Pata tanggal 1 Januari 1965
anggota PERBUDHI cabang Semarang melepaskan diri dari PERBUDHI dan membentuk
Buddhis Indonesia yang bermarkas di Vihara Tanah Putih Semarang. Buddhis
Indonesia mendapat dukungan dari berbagai cabang PERBUDHI di Jawa Tengah dan
Jawa Timur dan menyatakan diri menjadi cabang Buddhis Indonesia. Awal
perpecahan ini adalah ketidakserasian dan masalah pribadi antara tokoh-tokoh
umat Buddha di Semarang dan Jawa Tengah dengan tokoh sentral umat Buddha,
tetapi sebagai alasan untuk keluar dari PERBUDHI adalah keikutsertaan PERBUDHI
dalam Konferensi World Buddhists of Fellowship (WFB) di Bangkok yang hadir pula
utusan dari Malaysia.
Federasi Umat Buddha
Indonesia
Pada bulan Juli 1965 diadakan
pertemuan antar organisasi-organisasi Buddhis yang ada untuk membuat landasan
kerukunan dan kerjasama. Pertemuan ini dilanjutkan lagi pada bulan Agustus 1966
dan Oktober 1966. Pada pertemuan mereka bulan Februari 1967 berhasil dibentuk
Federasi Umat Buddha Indonesia yang anggotanya adalah :
1. Buddhis
Indonesia
2. Gabungan
Tridharma Indonesia
3. Musyawarah
Umat Buddha Seluruh Indonesia
4. Agama
Hindu-Buddha Tengger
5. Agama
Buddha Wisnu Indonesia
PERBUDHI tidak ingin bergabung
dengan Federasi Umat Buddha Indonesia dikarenakan adanya pernyataan bersama
Federasi Umat Buddha Indonesia yang merugikan Sangha Suci Indonesia (Maha
Sangha Indonesia) dan PERBUDHI.
mau ,,cari sejarah uamat buddha masa orde baru ,,tpi kok yg lebih berperan malah bhante girirakhito ada gak sumber buku yang lebih berperan pada masa perkembangan agama buddha masa orde bar itu adalah bhante ashin jinarakhita,,mksih namo budhaya
BalasHapus