Minggu, 23 Maret 2014

asal mula hubungan seksual


Asal Mula Hubungan Seksual

Melakukan hubungan kelamin dapat menyebabkan kelahiran seorang anak manusia. Itulah pandangan umum yang berlaku. Sudah menjadi pandangan umum bahwa kelahiran seorang anak manusia itu adalah akibat dari hubungan kelamin sepasang manusia, lelaki dan perempuan. Karenanya, dalam pandangan tradisional hubungan kelamin hanya dibenarkan dalam rangka reproduksi manusia atau prokreasi;yang diawali terlebih dahulu oleh pasangan yang bersangkutan dengan pernikahan. Suatu ikatan bahwa tubuh perempuan yang subur itu hanya akan melahirkan anaknya dari lelaki yang menjadi pasangannya.
 
 
Namun, pandangan umun bahwa hubungan kelamin menyebabkan munculnya manusia, bisa juga berlaku kebalikannya bila dilihat dalam pandangan Buddhis tentang munculnya manusia. Kemunculan manusia, seiring dengan terbentuknya bumi yang menjadi tempat penghuninya ini, juga menjadi awal atau asal mula terjadinya hubungan kelamin. Dalam Aganna Sutta yang mengisahkan tentang munculnya bumi dan manusia itu terungkap bahwa justru dengan adanya manusia terlebih dahulu melalui proses pembentukkannya seperti adanya kelamin yang menjadikan dua jenis makhluk berbeda lelaki dan perempuan, barulah kemudian muncul niat berhubungan kelamin antara sesama manusia. Kemunculan manusia menjadi awal mula hubungan kelamin. 
 
Pandangan agama Buddha tentang munculnya manusia tidak bisa dilepaskan dengan terjadinya bumi itu. Peristiwa itu sekaligus mengungkapkan tentang awal mula terjadinya hubungan kelamin, sebagaimana yang terungkap di dalam Aganna Sutta di bawah. ini. (Wowor, Corneles, (1984), Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Agama Buddha, Jakarta: Akademi Buddhis Nalanda). Vasetta, terdapat suatu saat, cepat atau lambat, setelah suatu masa yang lama sekali, ketika dunia ini hancur. Dan ketika hal ini terjadi, umumnya makhluk-makhluk terlahir kembali di Abhassara (alam cahaya); di sana mereka hidup dari ciptaan batin (mono maya), diliputi kegiuran, memiliki tubuh yang bercahaya, melayang-layang di angkasa, hidup dalam kemegahan. Mereka hidup demikian dalam masa yang lama sekali. Pada waktu itu (bumi kita ini) semuanya terdiri dari air, gelap gulita. Tidak ada matahari atau bulan yang nampak, tidak ada bintang-bintang maupun konstelasi-konstelasiyang kelihatan; siang maupun malam belum ada,... laki-laki maupun wanita belum ada. Makhluk-makhluk hanya dikenal sebagai makhluk-makhluk saja. 

Vasettha, cepat atau lambat setelah suatu masa yang lama sekali bagi makhluk-makhluk tersebut, tanah dengan sarinya muncul keluar dan dalam air. Sama seperti bentuk-bentuk buih (busa) di permukaan nasi susu masak yang mendingin. Demikianlah munculnya tanah itu. Tanah itu memiliki wama, bau dan rasa. Sama seperti dadi susu atau mentega murni, demikianlah warna tanah itu; sama seperti madu tawon murni, demikianlah manis tanah itu. Kemudian Vasettha, di antara makhluk-makhluk yang memiliki sifat serakah (lokajatiko) berkata: O apakah ini? Dan mencicipi sari tanah itu dengan jarinya. Dengan mencicipinya, maka ia diliputi oleh sari itu, dan nafsu keinginan masuk dalam dirinya. Makhluk-makhluk lainnya mengikuti contoh perbuatannya, mencicipi sari tanah itu dengan jari-jari ... makhluk-makhluk itu mulai makan sari tanah, memecahkan gumpalan-gumpalan sari tanah tersebut dengan tangan mereka. Dan dengan melakukan hal ini, cahaya tubuh makhluk-makhluk itu lenyap. Dengan lenyapnya cahaya tubuh mereka, maka matahari, bulan, bintang-bintang dan konstelasi-konstelasi nampak... siang dan malam... terjadi. Demikian, Vasettha, sejauh itu bumi terbentuk kembali. 
 
Vasettha, selanjutnya makhluk-makhluk itu menikmati sari tanah, memakannya, hidup dengannya, dan berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Berdasarkan atas takaran yang mereka makan itu, maka tubuh mereka menjadi padat, dan terwujudlah berbagai macam bentuk tubuh. Sebagian makhluk memiliki bentuk tubuh yang indah dan sebagian makhluk memiliki bentuk tubuh yang buruk. Dan karena keadaan ini, maka mereka yang memiliki bentuk tubuh yang indah memandang lendah mereka yang memiliki bentuk tubuh yang buruk .... maka sari tanah itu pun lenyap... Ketika sari tanah lenyap... muncullah tumbuhan dari tanah (bhumipapatiko). Cara tumbuhnya seperti cendawan ... Mereka menikmati, mendapatkan makanan, hidup dengan tumbuhan yang muncul dari tanah tersebut, dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali......Sementara mereka bangga akan keindahan diri mereka, mereka menjadi sombong dan congkak, maka tumbuhan yang muncul dari tanah itu pun lenyap. Selanjutnya tumbuhan menjalar (badalatd) muncul ... warnanya seperti dadi susu atau mentega murni, manisnya seperti madu tawan murni.
 
Mereka menikmati, mendapatkan makanan dan hidup dengan tumbuhan menjalar itu... maka tubuh mereka menjadi lebih padat; dan perbedaan bentuk tubuh mereka nampak lebih jelas; sebagian nampak indah dan sebagian nampak buruk.Dan karena keadaan ini, maka mereka yang memiliki tubuh indah memandang rendah kepada mereka yang memiliki bentuk tubuh buruk... Sementara mereka bangga akan keindahan tubuh mereka sehingga menjadi sombong dan congkak, maka tumbuhan menjalar itu pun lenyap  Kemudian Vasettha, ketika tumbuhan menjalar lenyap.... muncullah tumbuhan padi (sola) yang masak di alam terbuka, tanpa dedak dan sekam, harum, dengan bulir-bulir bersih. Pada sore hari mereka mengumpulkan dan membawanya untuk makan malam. Pada keesokan paginya padi itu telah tumbuh dan masak kembali, demikian terus menerus padi itu muncul. 
 
Vasettha, selanjumya makhluk-makhluk itu menikmati padi (masak dari alam terbuka, mendapatkan makanan dan hidup dengan tumbuhan padi tersebut, dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Berdasarkan atas takaran yang mereka nikmati dan makan itu, maka tubuh mereka tumbuh lebih padat, dan perbedaan bentuk tubuh mereka nampak lebih jelas. Bagi wanita nampak jelas kewanitaannya (itthilinga) dan bagi laki-laki nampak jelas kelaki-lakiannya (purisalinga). Kemudian wanita sangat memperhatikan tentang keadaan laki-laki, dan laki-laki pun sangat memperhatikan keadaan wanita. Karena mereka terlalu sering saling memperhatikan keadaan mereka satu sama lain, maka timbullah nafsu indriya yang membakar tubuh mereka. Dan sebagai akibat adanya nafsu indiriya tersebut, mereka melakukan hubungan kelamin. 
 
Vasettha, ketika makhluk-makhtuk lain melihat mereka melakukan hubungan kelamin..., maka mereka pun kemudian mengikutinya! Seterusnya sampai kini, manusia yang katanya semakin beradab dan banyak mewujudkan berbagai ragam kebudayaan ini, sampai yang secanggih bom nuklir, pesawat antariksa, komunikasi interaktif internet dan lain sebagainya, tetap saja tak luput dari persoalan seksualitas, terutama yang bertumpu pada hubungan kelamin. Apakah, sampai menjelang akhir hayatnya, ketika nafas kehidupan yang mendiami tubuhnya akan berakhir, persoalan seksualitas dalam kehidupan manusia itu tetap saja tidak terselesaikan? Apakah sungguh karena hubungan seksualitas itu mengawali manusia, dan munculnya manusia mengawali terjadinya hubungan seksualitas, persoalan seksualitas akan selalu menyertai kehidupan manusia? 

Bagaimanakah dengan langkah kemanusiaan, ketika kebahagiaan sejati itu ternyata sungguh terdapat di dalam padamnya dan berakhirnya hawa nafsu atau Nirvana? Bila api tanha belum berakhir dan terus menyala, maka ini berarti kisah dan cerita suka-duka perjalanan hidup manusia yang berkenan dengan seksualitas itu akan masih terus hadir dan berkelanjutan.

0 komentar:

Posting Komentar