Nagarjuna adalah patriarch dari 9 aliran exoterik dan esoterik. Beliau lahir 700 tahun sesudah Sang Buddha Parinirvana. Beliau adalah murid dari Yang Arya Kapimala, dan Kapimala sendiri adalah murid dari Asvaghosa. Sebagaimana kita ketahui Nagarjuna yang juga guru dari Kanadeva/Devabodhisattva adalah orang yang datang ke “Istana Naga” untuk mendapatkan “Maha Avatamsaka Sutra”, beliau pulalah orang yang pertama kali membabarkan ajaran-ajaran esoteris (Tantra) di negeri India bagian selatan. Saya sangat tertarik pada sebab-musabab dari latar belakang Nagarjuna sehingga ia memilih jalan hidup sebagai seorang biarawan. Dalam biografi Nagarjuna tertulis:
Kitab-kitab
yang pernah dibaca oleh Nagarjuna sangatlah banyak, ia hafal dan
mengerti betul ajaran-ajaran dan ilmu yang diuraikan dalam semua
kitab-kitab itu. Bersama dengan 3 orang sahabatnya, Nagarjuna pernah
menuntu ilmu kepada seorang pertapa untuk mendalami ilmu sirap (ilmu
menghilangkan diri). Setelah berhasil menguasai ilmu sirap, mereka
menyelinap ke dalam istana, dan melakukan pencabulan serta berzinah
dengan para dayang dan selir raja.
Perbuatan
mereka ini tercium oleh Sang Raja, maka atas perintah raja semua pintu
keluar masuk istana ditutup rapat-rapat, dan seluruh pengawal istana
mengibas-ibaskan pedangnya ke seluruh ruangan dalam istana. Maka ketika
orang sahabat Nagarjuna pun mati tersambar kibasan pedang para pengawal
istana itu, satu-satunya yang selamat adalah Nagarjuna sendiri. Ia
sangat cerdik, ketika para pengawal istana mengibas-ibaskan pedang
mereka, ia selalu mengikuti kemana arah sang raja bergerak, dan
kepalanya tidak pernah jauh dari samping kepala Sang Raja. Dengan cara
demikianlah, akhirnya Nagarjuna luput dari kematian. Dan sejak kejadian
itu pula, Nagarjuna menjadi sadar bahwa keinginan-keinginan yang
sifatnya duniawi (tanha) adalah sumber dari segala macam malapetaka.”
“dengan
kesadaran bahwa keinginan duniawi serta tanha merupakan seumber dari
segala macam malapetaka, sumber daripada penderitaan, maka beliaupun
menetapkan hati, membulatkan tekad menjadi seorang biarawan dengan
berdiam diri di sebuah pagoda di atas gunung. Setelah menerima
upasampada berturut-turut selama 90 hari, beliau mengurung diri di dalam
pagoda untuk mempelajari dan mendalami Tripitaka, yang akhirnya membawa
beliau menjadi seorang ahli Dharma.”
Kalimat-kalimat
biografi tersebut diatas mengingatkan saya pada sebuah pertanyaan yang
pernah dilontarkan oleh Manjusri bodhisattva kepada Sang Buddha.
“Seseorang yang pernah berbuat karma buruk di masa mudanya, tetapi
kemudian bertobat dan mendalami serta melatih diri dalam bimbingan
Dharma di masa tuanya. Akaha itu akan membawanya pada pencapaian
keBuddhaan dalam hidup ini?”
Jawaban yang diberikan oleh Sang Buddha adalah;
“lautan
samsara tak berujung dan tak bertepi, berhenti mengarunginya dan segera
berbalik diri, maka di belakang sana pantai daratan telah menunggu.
Siapapun orangnya, asalkan ia telah bertekad meninggalkan
perbuatan-perbuatan jahat, berusaha memperbanyak perbuatan baik serta
menetapkan hati dan berjalan di atas jalan Dharma, maka tidak peduli tua
maupun muda, pria dan wanita, semuanya akan mencapai kebuddhaan.”
Hal
penting yang ingin saya katakan disini adalah bahwa sebetulnya pada
masa-masa kehidupan yang lalu Yang Arya Nagarjuna telah mencapai
kebuddhaan dengan nama “Miao yun Isvara Raja Tatthagata. Kedatangan
beliau kembali ke dunia saha ini dapat disamakan seperti sebuah
perjalanan pariwisata, semua ini dapat dibuktikan dengan catatan-catatan
yang nyata dan rinci dalam Mahavyuha Samaya Sutra.”
Dua
kalimat dibawah ini merupakan kata-kata mutiara yang saya sukai; “Tanha
adalah sumber penderitaan”, “Karena tanha merupakan akar dari segala
malapetaka.”
Mudah-mudahan kedua kalimat tersebut juga dapat diingat dan dijadikan pedoman hidup bagi para umat.
0 komentar:
Posting Komentar