Oleh:
K.Sri Dhammananda
Apakah
yang menjadi tujuan kehidupan ini? Ini merupakan pertanyaan yang sangat biasa
yang selalu ditanyakan oleh orang-orang. Tidaklah mudah memberikan jawaban yang
memuaskan atas pertanyaan yang nampaknya sederhana tetapi rumit ini. Tetapi,
sekalipun beberapa orang telah memberikan jawaban-jawaban tertentu, sesuai
dengan cara berpikir mereka, nampaknya jawaban-jawaban tersebut tidak memuaskan
bagi para ahli (intelektual). Sebabnya ialah mereka belum belajar melihat
kehidupan secara objektif dan memahami tujuan hidup sebenarnya. Mereka telah
menciptakan khayalan-khayalan tentang kehidupan berdasarkan pemahaman mereka
yang terbatas.
Pada
waktu yang sama, kita juga makluk bahwa banyak guru-guru agama, ahli-ahli
filsafat yang pandai, penyair-penyair terkenal dan pemikir-pemikir besar juga
tidak puas tentang kehidupan. Bila kita membaca apa yang mereka lukiskan
tentang kehidupan, akan nampak bahwa beberapa dari mereka juga tidak dapat
memberikan gambaran yang terang tentang kehidupan. Beberapa mengatakan bahwa
kehidupan adalah penuh dengan penderitaan; ketidakpastian dan tidak memuaskan.
Ada yang mengatakan: “alangkah bagusnya bila kita tidak lahir”. Yang lainnya
menanyakan: “mengapa kita dilahirkan ke dunia ini untuk menderita dengan cara
ini?”
Berdasarkan
ucapan-ucapan mereka, kita dapat mengerti bahwa mereka adalah orang-orang yang
telah belajar melihat kehidupan secara objektif tanpa memakai pandangan luar
sebagai dasar. Tetapi orang-orang awam selalu melihat kehidupan sebagaimana nampaknya
dan bukan sebagaimana sebenarnya. “Kehidupan bukanlah apa yang kita pikir
tetapi apa yang kita pikir menjadi kehidupan,” ini merupakan ucapan seorang
pemikir besar lainnya.
Ada
orang yang mengatakan bahwa tak ada tujuan khusus dalam kehidupan; tetapi dapat
dipakai untuk setiap tujuan. Berdasarkan ucapan ini, ada sesuatu bagi kita
untuk direnungkan dengan bijaksana, yaitu mempergunakan kehidupan untuk
tujuan-tujuan yang berguna bagi diri sendiri dan kemanusiaan dan bukan
memboroskannya dengan pemakaian yang jahat. Dalam cara ini, tujuan kehidupan
dapat dikatakan bergantung kepada cara bagaimana kita menanganinya dan
mempergunakannya. Bila kita salah gunakan dengan merusak sifat kemanusiaan kita
yang baik; dengan merendahkan martabat kemanusiaan kita dan melakukan
kejahatan-kejahatan dengan menurutkan kelemahan-kelemahan kemanusiaan kita,
maka tidak mungkin bagi kita mencapai sesuatu yang berharga dan baik sebagai
tujuan kehidupan kita.
Pada
waktu yang sama, bila kita bertindak bijaksana dan waspada dengan memperhatikan
prinsip-prinsip yang diterima secara umum, moral dan etika, bersabar,
toleransi, simpati, merendahkan diri, dan murah hati, menciptakan pengertian
dan memberikan pelayanan yang tak mementingkan diri, dan melatih batin untuk
mendapatkan kebijaksanaan, maka kita akan dapat mencapai sesuatu yang dapat
diwujudkan dan berguna untuk melayani sebagai tujuan kehidupan kita.
Mereka-mereka yang mengembangkan sifat-sifat yang demikian mulia akan mengalami
kedamaian, kegembiraan, ketenangan, kepuasan dan tidak terganggu. Kehidupan
jadinya akan berharga-kehidupan akan menjadi kesenangan.
SIFAT
KEHIDUPAN
“kehidupan
memboroskan dirinya sewaktu kita bersiap untuk hidup”, kata seorang yang
terpelajar. “Sakit, ketuaan dan kesusahan adalah pembayaran yang kita buat
untuk memakai badan jasmani ini sebagai rumah”, kata seorang terpelajar
lainnya. “kita harus membayar harga ketakutan dan kekhawatiran untuk hidup
sebagai manusia,” ini adalah ucapan-ucapan lain dari manusia yang beragama.
Bila kita pertimbangkan semua pandangan ini, kita dapat mengetahui sifat
kehidupan dan menilai apakah ada tujuan kehidupan.
Bila
kita akan menyenangkan indera-indera kita sebagai tujuan kehidupan kita, kita
harus bersedia menghadapi berbagai persoalan yang timbul dari situ. Karena tidak
ada yang dapat menikmati kesenangan duniawi tanpa menghadapi
persoalan-persoalan duniawi.
Sekalipun
para ahli telah menemukan hal-hal yang mengherankan di alam semesta ini, tetapi
mereka juga tidak dapat menemukan tujuan kehidupan. Seorang ahli yang terkenal
mengatakan: “Apakah kehidupan mempunyai tujuan? Apa, atau dimana, atau bila
Dari
angkasa luas timbul alam semesta, timbul matahari, timbul bumi, timbul
kehidupan, timbul manusia, dan akan timbul lebih banyak lagi. Tetapi sebagai
tujuan;siapa punya atau darimana. Tidak ada, sudah tentu.”
Mengenal
tingkah laku manusia, seorang terpelajar mengatakan: “Manusia bukanlah apa dia
adanya, manusia adalah yang dia tidak.” Menurut Beliau, manusia tidak
bertingkah laku sebagai “manusia” riel. Menurut Buddhisme, “manusia bukanlah
suatu kesatuan benda yang bebas, yang tetap, tetapi suatu ekspresi, yang melulu
ada dari satu saat kesaat lainnya berdasarkan energi. Ahli lain mengatakan:
“Tidak ada obat untuk kelahiran dan kematian, kecuali menikmati waktu diantaranya.”
Kita
tidak dapat memahami sifat sebenarnya dari kehidupan karena ketidaktahuan kita
dan keinginan yang berlebih-lebihan. Itulah sebabnya mengapa kita menderita
disini. Itulah sebabnya mengapa tak mungkin bagi kita mendapatkan apakah ada
tujuan khusus kehidupan di dunia ini dan dalam bentuk ini.
TENAGA
KARMA (KARMIC ENERGY)
Kehidupan
telah dilukiskan sebagai kombinasi batin dan benda. Sebagai akibat kombinasi
ini, timbul suatu makhluk dan terus berubah sampai terjadi penghancuran.
Tetapi, energi mental yang bertebaran itu berkombinasi lagi dengan unsur-unsur
atau benda dan tampak kembali dalam berbagai bentuk dan di dalam lingkungan
yang berbeda sebagai satu kehidupan sesuai dengan keadaan kehidupan yang
berbeda sebagai satu kehidupan sesuai dengan keadaan kehidupan seseorang
sebelumnya. Kesinambungan arus kehidupan ini berjalan berulang-ulang selama
tenaga karma dan keinginan kuat untuk keberadaan tetap ada dalam batin.
LIMA
KELOMPOK KEHIDUPAN
(PANCAKHANDA
Menurut
Dharma, kehidupan terdiri dari lima kelompok (bagian satuan) yaitu: rupa
(bentuk), vedana (perasaan), sanna (pencerapan), sankhara (bentuk-bentuk
pikiran) dan vinnana (kesadaran). Empat macam unsur seperti padat, cair, panas
dan gas merupakan rupa. Benda ditambah keempat energi mental (nama) yang
digolongkan atas perasaan, pencerapan, bentuk-bentuk pikiran dan kesadaran
tergabung bersama-sama membentuk kehidupan. Penghancuran berikutnya disebut
kematian.
Sifat
sebenarnya kelima kelompok kehidupan ini dijelaskan dalam ajaran Sang Buddha
sebagai berikut: rupa/benda disamakan dengan sekumpulan buih, perasaan adalah
seperti gelembung, pencerapan adalah seperti bayangan, bentuk-bentuk pikiran
adalah seperti pohon pisang dan kesadaran tidak lain daripada khayalan. Dengan
analisis kehidupan seperti itu, sukarlah untuk memastikan bahwa realitas tujuan
kehidupan seperti sudah ditentukan.
Analisis
kehidupan ini menjadi tantangan besar bagi banyak ahli-ahli filsafat dan
tokoh-tokoh agama yang ada pada waktu itu. Tidaklah ada seperti kehidupan yang
kekal yang ada tanpa perubahan dan tanpa penghancuran. Badan tidak lain dan
tidak bukan adalah generalisasi abstrak untuk kombinasi bahan-bahan kimia yang
selalu berubah. Manusia mulai melihat kehidupannya sendiri sebagai setitik air
dalam sungai yang terus mengalir dan gembira untuk menyumbangkan bahagianya
kepada arus besar kehidupan.
DUNIA
GELOMBANG
Analisa
ini tentang keseluruhan alam semesta menunjukkan bahwa itu tidak lain adalah
dunia radiasi (pancaran). Dr. Einstein mengatakan: “semua benda terdiri dari
gelombang-gelombang dan kita hidup dalam sebuah dunia gelombang.” Kita adalah
bagian dari gelombang-gelombang yang sama. Bila manusia bisa memahami sifatnya
seperti: Kesadaran akan keadaan badannya Kesadaran akan perasaannya Kesadaran
akan keadaan batinnya dan Kesadaran akan keadaan objek-objek mental. Maka
kesadaran yang demikian akan membawa dia untuk mendapatkan apakah ada tujuan
kehidupan
RUBAHLAH
DIRI ANDA
Apakah
yang dapat anda capai dengan merubah dunia? Dapatkah anda mencapai
kesempurnaan? Tidak pernah, tetapi anda akan dapat memenuhi kesombongan anda
dan memuaskan egoisme anda. Anda akan terikat bersama-sama kedalam roda
samsara. Tetapi dengan merubah diri anda, dan menyadari sifat diri, anda akan
dapat mencapai kesempurnaan. Dengan mencapai kesempurnaan yang demikian, anda
akan memberikan jasa yang terbesar bagi kemanusiaan. Orang-orang akan diilhami
contog anda dan mereka juga akan mengikuti anda mencapai tujuan kehidupan.
Manusia
sekarang adalah hasil dari berjuta-juta pengulangan pikiran dan tindakan.
Manusia tidaklah siap sempurna; manusia masih dalam pembentukan dan tetap dalam
pembentukan. Karakternya ditentukan lebih dahulu oleh pemikirannya sendiri.
Menurut sifatnya manusia tidaklah sempurna, maka dia harus melatih dirinya
menjadi sempurna. Kehidupan bukanlah milik manusia sendiri. Banyak
bentuk-bentuk kehidupan lain ada dialam semesta. Tetapi manusia mempunyai
kemampuan pikiran dan nalar yang lebih besar. Dalam hal ini manusia lebih
tinggi dari makhluk hidup lainnya karena manusia mempunyai kecerdasan untuk
membentuk ajaln kehidupannya agar dapat membebaskan diri dari
penderitaan-penderitaaan duniawi. Oleh sebab itu bila tujuan kehidupan hanyalah
membebaskan diri dari penderitaan-penderitaan, maka manusia dapat mencapai
tujuan ini melalui usahanya sendiri. Tetapi kehidupan akan menjadi kegagalan
bila tidak dipakai sewajarnnya.
Sang
Buddha menekankan martabat manusia dan memberikan ceramah mengenai nilai-nilai
manusia. Sang Buddha melukiskan gambaran yang paling sempurna dari manusia yang
berusaha dan berjuang dari satu kehidupan ke kehidupan lainnya dalam
pencariannya terhadap kesempurnaan. Kehidupan adalah pengalaman unik. Tak ada
yang dapat dibandingkan dengannya, tak ada ukuran dalam benda-benda lain
mengenai nilainya, uang tidak akan membelinya. Begitupun, banyak yang tidak
belajar apa yang harus diperbuat dengan “mutiara yang tak ternilai” ini. Disini
kehidupan tidak hanya berarti badan dan indera tetapi juga batin manusia yang
cerdas.
EMPAT
JENIS MANUSIA
Buddha
telah membaca seluruh manusia atas empat golongan. (1) Manusia yang bekerja
untuk kebaikannya sendiri tetapi tidak untuk kebaikan orang lain; (2) manusia
yang bekerja untuk kebaikan orang lain,tetapi tidak untuk kebaikannya sendiri;
(3) manusia yang bekerja tidak untuk kebaikannya sendiri dan juga tidak untuk
kebaikan orang lain; (4) dan manusia yang bekerja untuk kebaikannya sendiri dan
juga untuk kebaikan orang lain. Dan siapakah orang yang bekerja untuk
kebaikannya sendiri, tetapi tidak untuk kebaikan orang lain? Dia adalah orang
yang berusaha menghilangkan keserakahan, kebencian dan kebodohan dalam dirinya
sendiri, tetapi tidak mendorong orang lain menghilangkan keserakahan, kebencian
dan kebodohan.
Dan
siapakah orang yang bekerja untuk kebaikan orang lain, tetapi tidak untuk
kebaikannya sendiri? Dia adalah orang yang mendorong orang lain menghilangkan
keserakahan, kebencian dan kebodohan, tetapi dia tidak berusaha menghilangkan
keserakahan, kebencian dan kepalsuan dari dalam dirinya sendiri.
Dan
siapakah orang yang tidak bekerja untuk kebaikan dirinya sendiri dan juga tidak
untuk kebaikan orang lain? Dia adalah orang yang tidak berusaha menghilangkan
keserakahan, kebencian dan kepalsuan dari dalam dirinya dan juga tidak
mendorong orang lain menghilangkan keserakahan, kebencian dan kebodohan. Dan
siapakah orang yang bekerja untuk kebaikan dirinya sendiri dan juga untuk
kebaikan orang lain? Dia adalah orang yang berusaha menghilangkan keserakahan,
kebencian dan kebodohan dalam dirinya sendiri dan juga mendorong orang lain
menghilangkan keserakahan, kebencian dan kebodohan. (Anguttara Nikaya)
KEHIDUPAN
ADALAH PENDERITAAN
Bila
kita merenungkan dalam-dalam, kita harus menyetujui konsep bahwa hidup adalah menderita.
Setiap saat kita menderita, baik secara badaniah ataupun secara mental.
Dapatkah kita menemukan seseorang manusia dalam dunia ini yang bebas dari
kesakitan jasmani dan mental? Tidak mungkin. Bahkan mereka yang telah mencapai
tingkat orang suci tidak bebas dari segala kesakitan jasmani selama badan
mereka ada. Bila seseorang menanyakan, “Apakah yang paling tidak tentu di dunia
ini?” maka jawaban yang benar adalah, “kehidupanlah yang tidak tentu”. Apapun
yang kita perbuat di dunia ini ialah melepaskan diri dari penderitaan dan
kematian. Bila kita lalaikan kehidupan ini sedetik sekalipun, itu sudah lebih
dari cukup bagi kita untuk kehilangan kehidupan kita. Kebanyakan kegiatan rutin
harian kita seperti: bekerja, makan, minum, tidur dan berjalan adalah cara dan
alat yang kita ambil untuk menghindari penderitaan dan kematian. Sekalipun kita
kadang-kadang mengalami semacam kesenangan dunia yang sebentar dalam memenuhi
keinginan kita maka pada saat berikutnya hal yang memberikan kesenangan kepada
kita dapat berubah menjadi penderitaan. Oleh sebab itu, harta perdamaian yang
mulia itu dan kegembiraan itu tidaklah mesti ditangan orang kaya tetapi di
dalam diri orang yang telah meninggalkan hal-hal keduniawian.
Segala
sesuatu yang sehubungan dengan kehidupan kita tunduk kepada perubahan dan
ketidakpuasan. Apakah ada agama yang mengatakan bahwa di dalam badan jasmani
ini, kita dapat menemukan kebebasan yang sempurna dari penderitaan? Itulah
sebabnya mengapa Sang Buddha telah menjelaskan bahwa selama ada keinginan yang
berlebih-lebihan akan kesenangan duniawi atau keinginan untuk keberadaan
(hidup) maka tidak ada jalan lepas dari penderitaan badaniah dan mental.
Keinginan adalah penting untuk keberadaan (hidup) bila keberadaan (hidup)
terjadi, maka penderitaan tak dapat dihindarkan.
Banyak
orang memikirkan untuk mencari kehidupan abadi, tetapi ironisnya ialah banyak
orang-orang yang mencari keabadian ini mendapati bahwa kehidupannya sangat
membosankan sehingga mereka bahkan tidak tahu bagaimana menjalani hari-harinya.
Menurut Sang Buddha, justru keinginan yang kuat untuk keabadian merupakan salah
satu dari sebab-sebab munculnya pemikiran yang mementingkan diri sendiri dan
penderitaan-penderitaan. “Adalah cukup mudah menjadi senang, Bila kehidupan
berlaku seperti sebuah nyanyian. Tetapi orang yang berharga ialah orang yang
dapat tersenyum. Bila kehidupan menjadi jalan buntu.”
Dunia
dimana sedikit kegembiraan ini memberikan kepada makhluk-makhluk hanya
diperoleh sesudah banyak mengalami kekecewaan, kegagalan dan kekalahan. Manusia
mustahil mendapatkan kehidupan dimana tidak ada gangguan-gangguan,
kesukaran-kesukaran, persoalan-persoalan, malapetaka,
pertengkaran-pertengkaran, perselisihan-perselisihan, kekecewaan-kekecewaan,
ketidakpuasan-ketidakpuasan, perbedaan-perbedaan pendapat, argumentasi,
kekesalan-kekesalan, ketakutan, ketidak-amanan, kecurigaan, ketidakpastian,
kehilangan, nasib buruk, nama jelek, dipersalahkan, kesakitan, kelaparan dan
beribu-ribu hal yang tidak mengenakkan lainnya.
Setiap
hari dan malam manusia berusaha menghilangkan situasi yang tidak menguntungkan
ini. Semakin dia berusaha melepaskan diri dari keadaan yang tidak menyenangkan
ini dengan cara duniawi, semakin dia melibatkan dirinya dengan beberapa
persoalan lainnya. Bila dia dapat melepaskan diri dari satu persoalan, sengaja
atau tidak sengaja dia akan menciptakan beberapa persoalan lain bagi dirinya.
Jadi dimanakah akhir semua persoalan-persoalan ini? Untuk kelangsungan hidup
kita sendiri, kita harus menerima kesulitan-kesulitan dan penderitaan-penderitaan
yang sedemikian tanpa mengeluh karena tidak ada pilihan lain. Penderitaan akan
selalu ada. Tetapi penderitaan dan ketidaksenangan bukan sama sekali tidak
dapat dihindari. Penderitaan, kata Sang Buddha adalah suatu penyakit dan oleh
sebab itu dapat diobati secara sempurna bila kita telah mencapai kesempurnaan.
Lao-Tse-seorang
guru agama bangsa Cina mengatakan “Saya telah menderita karena saya mempunyai
badan. Bila saya tidak mempunyai badan ragawi, bagaimana saya dapat menderita? Bila
anda memperhatikan bagaimana caranya orang menderita dalam dunia ini, anda
dapat melihat situasi sebenarnya dari kehidupan dunia ini. Mengapa mereka harus
menderita dalam cara ini? Dan siapa yang bertanggung jawab atas
penderitaan-penderitaan ini? Menurut Sang Buddha, masing-masing orang yang
bertanggung jawab atas penderitaannya sendiri. Mereka menderita disini sekarang
karena keinginan yang berlebihan dan kuat untuk hidup. Itulah sebab utama
penderitaan ini. Memerlukan waktu lebih dari 2500 tahun bagi banyak ahli-ahli
filsafat dan psikologi untuk memahami bahwa apa yang disebut Sang Buddha adalah
benar. Seorang sastrawan yang terkenal mengatakan: “Kearah api kupu-kupu
terbang Tanpa mengetahui dia akan mati Ikan kecil memakan pancing Tanpa
mengetahui bahaya Tetapi sekalipun mengatakan benar bahaya Kesenangan dunia
yang jahat ini Kita tetap berpegang kepadanya dengan erat Oh...berapa besar
kebodohan kita”.
SIFAT
KEHIDUPAN YANG SEBENTAR
Buddhisme
menunjukkan bahwa lamanya kehidupan sangat pendek dan kita harus bekerja dengan
hati-hati, dengan siaga dan memperhatikan keselamatan/pembebasan kita. “orang
tak akan pernah benar-benar memahami bahwa kita disini hanya untuk sebentar. Tetapi
mereka yang mengetahui kebenaran ini betul-betul, Semua penderitaan,
perkelahian dan pertengkaran akan habis (Thera Gatha) Beginilah caranya
bagaimana Davis melihat kehidupan yang berlaku secepat ini. Apakah kehidupan
ini, sekalipun penuh perhatian kita tak punya waktu untuk berdiri dan
memandang? Tak ada waktu bediri dibawah dahan-dahan. Dan memandang lama sebagai
domba-domba dan lembu-lembu. Tak ada waktu melihat, ketika kita melewati
hutan-hutan. Dimana bajing-bajing menyembunyikan makanannya dalam rumput Tak
ada waktu untuk melihat, dalam terangnya hari. Sungai-sungai penuh
bintang seperti langit diwaktu malam. Tak ada waktu memperhatikan
kerlingan keindahan dan memperhatikan kakinya bagaimana menari.
Tak
ada waktu menunggu sehingga mulutnya dapat memperindah senyuman yang mulai
dimatanya. Suatu kehidupan yang menyedihkan sekalipun penuh perhatian. Kita
tidak punya waktu untuk berdiri dan memandang.
SUATU
PADANG PERTEMPURAN
Seluruh
alam semesta merupakan padang pertempuran yang luas. Keberadaan tidak lain
adalah perjuangan sia-sia, molekul melawan molekul, atom melawan atom, elektron
melawan elektron, orang melawan orang, wanita melawan wanita, orang melawan
binatang, binatang melawan orang, roh-roh melawan manusia, manusia melawan
roh-roh, manusia melawan alam, alam melawan manusia, dan di dalam sistem fisik
itu merupakan padang pertempuran yang besar. Batin itu sendiri merupakan padang
pertempuran yang terbesar.
Orang
yang tidak berdamai dengan dirinya sendiri, tidak dapat berdamai dengan dunia,
dan peperangan-peperangan di luar terus berlangsung untuk menyembunyikan dari
orang-orang secara individual bahwa peperangan yang sebenarnya adalah dalam
dirinya. Doa yang paling penting dari kemanusiaan sekarang ini adalah
perdamaian, tetapi tidak akan ada perdamaian dalam dunia yang dirusak perang
sampai pertentangan-pertentangan dalam diri manusia berakhir. Dalam pandangan
Sang Buddha, makhluk-makhluk hidup gemetar seperti ikan dalam sungai yang
hampir kering; karena dicekam keinginan yang berlebihan, melompat kesana kemari
seperti kancil yang tertangkap jerat atau hilang seperti anak panah yang
ditembakkan diwaktu malam. Beliau melihat perjuangan semua melawan semua,
pengrusakan-pengrusakan yang berturut-turut yang tidak ada maknanya, dalam mana
seseorang memakan yang lainnya dan berikutnya akan dimakan yang lain pula.
Perang diciptakan oleh batin manusia dan batin manusia yang sama dapat
menciptakan perdamaian dan keadilan bila manusia memakai batin yang lurus.
Sejarah
dunia menyatakan kepada kita bahwa diskriminasi rasial, perbedaan warna kulit,
kefanatikan agama serta keserakahan akan kekuatan politik dan kekayaan telah
menciptakan kesusahan, kesengsaraan dan penderitaan dengan cara yang kejam.
Hal-hal ini tidak pernah menyumbangkan sesuatupun terhadap perdamaian dan
kesenangan. Orang-orang yang haus akan kekuasaan dan kekayaan serta diracuni
kecemburuan selalu menciptakan kesukaran-kesukaran dan acapkali mencoba
membenarkan tindakan-tindakannya yang kejam dengan berbicara omong kosong yang
menyerang orang lain. Kita sedang hidup di dunia yang dari luar bersatu tetapi
secara mental terpecah-pecah dan kadang-kadang secara mental bersatu tetapi
sebelah luar terpecah belah. “Kita hidup, bekerja dan bermimpi Masing-masing
mempunyai rencana kecil Kadang-kadang kita tertawa Kadang kadang kita menangis Dan
begitulah hari-hari berlalu.
NILAI-NILAI
SPIRITUAL
Yulian
Hurcley mengatakan: “Kehdidupan seharusnya mengarah kepada pemenuhan
kemungkinan-kemungkinan yang tidak terhingga –secara badaniah, mental dan
spiritual dan seterusnya-yang manusia mampu membuatnya. Dan kemanusiaan mampu
untuk hal-hal yang besar dan agung.
Anda
dilahirkan kedalam dunia ini untuk berbuat kebaikan dan bukan menghabiskan
waktu anda dalam kemalasan. Bila anda bermalas-malas, maka anda adalah beban
bagi dunia ini. Anda harus selalu berpikir untuk meningkat lebih tinggi dalam kebaikan
dan kebijaksanaan. Anda akan menyia-nyiakan hak istimewa menjadi makhluk
manusia bila anda tidak membuktikan diri anda berharga, dimana kebaikan anda
telah memberikan kepada anda tempat ini. Memboroskan keberadaan manusia dengan
menangisi keadaan yang telah lalu, dengan kemalasan dan ketidak perdulian
berarti menunjukkan ketidak tepatannya untuk dunia ini. Pohon peradaban
mempunyai akar-akarnya dalam nilai-nilai spiritual yang kebanyakan dari kita
tidak menyadarinya. Tanpa akar-akar ini, daun-daun akan gugur dan pohon itu
menjadi tunggul mati. Bila seluruh gunung-gunung merupakan buku, bila semua
dedaunan merupakan tinta, Dan semua pohon-pohon merupakan pena, Semuanya itu
tetap tidak cukup untuk melukiskan segala kesengsaraan di dunia ini (Jacob Boehme)
Begitulah
mengapa guru-guru agama yang telah mendapat penerangan sempurna seperti Sang
Buddha sesudah melihat kehidupan dalam pandangan yang wajar tanpa sikap
mementingkan diri sendiri atau egoistis, menjelaskan bahwa tak ada tujuan yang
sebenarnya dari kehidupan ini bila kita ijinkan kehidupan ini berputar-putar di
dalam lingkaran kelahiran dan kematian-sementara itu menderita secara ragawi
dan mental. Tetapi kita dapat memakai kehidupan ini untuk tujuan yang lebih
baik dengan melayani orang lain, dan menumbuhkan moralitas, dengan melatih
batin dan hidup sebagai makhluk berkebudayaan dalam perdamaian dan keselarasan
dengan seluruh dunia ini.
Menurut
Sang Buddha manusia bukanlah boneka-boneka tanpa tanggung jawab. Manusia adalah
hasil tertinggi dari pohon evolusi. Tetapi ahli-ahli filsafat kita jaman dulu
menjelaskan tujuan kehidupan seperti ini: “Untuk membawa dari kegelapan kepada
terang, dan ketidak benaran menuju kebenaran dan kematian kepada
ketidak-matian”. Penjelasan yang sederhana tetapi bermakna ini memberikan bahan
bagi kita untuk berpikir.
NASIB
Nasib,
apakah baik atau buruk adalah sesuatu yang seluruhnya buatan sendiri, hasil
sendiri. Bila manusia tidak mengetahui, bahwa apa yang dia berikan dalam
kehidupan ini kepada dunia ini akhirnya akan dikembalikan kepadanya oleh nasib,
maka hal itu tidak akan memaafkan dirinya. Alam tidak pernah memaafkan
ketidaktahuan. Manusia adalah pembangun kehidupannya sendiri, pencipta nasibnya
sendiri, baik keluar atau kedalam. Nasib bukanlah kekuatan buta. Ini adalah
pernyataan dari suatu kecerdasan kosmik yang lebih besar dan energi mental yang
sehubungan dengan tenangan tenaga karma. Ada suatu tujuan yang hendak dipenuhi,
dan tujuan itu sepanjang yang berhubungan dengan manusia bersifat pendidikan.
Karena manusia menciptakan nasibnya sendiri dengan pikiran-pikiran dan
tindakan-tindakannya, maka lambat atau cepat dia akan menerima kembali apa yang
dia berikan sendiri kepada kehidupan ini. Nasib tidak punya arti menghukum.
KEMATIAN
DAN KEABADIAN
Semua
pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan manusia tentang kehidupannya adalah yang
sehubungan dengan realitas kematian; karena tampaknya manusia berbeda dari
makhluk-makhluk lainnya, yaitu dalam hal manusia sadar akan kematiannya sendiri
dan tidak pernah setuju sepenuhnya bersama-sama mengalami nasib alamiah dari
semua organisme hidup. Bila seandainya manusia memahami bahwa kehidupan adalah
singkat dan kematian tidak dapat dielakkan, maka ia dapat memecahkan banyak
persoalan-persoalan yang sehubungan dengan kehidupan. Dalam perlawannya
terhadap kematian, manusia telah mencapai sedikit perpanjangan kehidupan yang
dapat disamakan dengan seorang anak yang bermain-main ditepi pantai dan dengan
sungguh-sungguh membangun istana pasirnya sebelum ombak berikutnya menyapunya.
Manusia telah acapkali membuat kematian sebagai pusat usahanya yang paling
berharga dengan mendirikan objek-objek keagamaan dan berdoa akan berkat surgawi
untuk mendapatkan kehidupan yang abadi.
Kematian
menimpa semua makhluk hidup, tetapi hanya manusia yang telah menciptakan
–karena ancaman terus menerus dari kematian-keinginan untuk bertahan. Dan
karena keinginan untuk kelanggengan (keabadian), maka manusia telah menciptakan
agama dalam bentuk-bentuk yang dapat dipikirkan, yang dalam tahap berikutnya
mencoba memberikan akhir kehidupan yang lebih bermakna.
Sekalipun
beberapa sekte keagamaan percaya pada adanya Yang Mahakuasa dan yang sehubungan
dengan tempat surgawi dimana kehidupan akan menjadi kebahagiaan abadi, tetapi
kita belum pernah mendengar pengikut-pengikut yang salah dari agama tersebut
yang ingin sekali meninggalkan kehidupan duniawi ini agar dapat bersama dengan
Yang Mahakuasa di surga. Demikian juga orang-orang Buddhis, akan lebih menyukai
berpegang kepada keberadaan duniawi mereka
0 komentar:
Posting Komentar