FILSAFAT
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ajaran Buddha
merupakan ajaran yang dibabarkan oleh Buddha Gotama berdasarkan hasil
pengalaman atau pencapaian penerangan sempurna yang dapat membebaskan semua
mahluk dari lingkaran penderitaan. Ajaran Buddha sebagai filsafat atau pedoman
hidup manusia dalam kehidupan sehari-hari adalah sangat penting, karena
nilai-nilai ajaran Buddha membawa kejalan pembebasan spiritual bukan hanya
kemanusiaan.
B.
Rumusan
Permasalahan
Mendiskripsikan
Ajaran Buddha sebagai Filsafat Hidup.
C.
Tujuan
Memberikan pemahaman
tentang ajaran Buddha sebagai filsafat Hidup.
D.
Manfaat
Berdasarkan tujuan diatas, maka pemahaman tentang
ajaran Buddha sebagai Filsafat Hidup, dapat memberikan pengertian yang benar sehingga
dalam kehidupan sehari-hari ajaran Buddha dapat dipraktekan dengan benar
sebagai pedoman hidup.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Filsafat
Filsafat secara etimologis
berasal dari bahasa Yunani Philosophia terdiri dari kata philein yang berarti
cinta dan sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom). Kata filsafat dapat
diartikan sebagai cinta
kebijaksanaan, (love of wisdom) dalam arti yang seluas-luasnya. Seorang filsuf berarti pecinta atau pencari
kebijaksanaan.
Filsafat menurut Harun Hadiwijono, di ambil dari bahasa
yunani yaitu filosofia yang berasal dari kata filosofien yang berarti mencintai
kebijaksanaan. Menurut Harun filsafat mengandung arti sejumlah gagasan yang
penuh kebijaksanaan. Artinya, seseorang dapat disebut berfilsafat ketika aktif memperoleh kebijaksanaan. Kata filsafat dalam
pengertian ini lebih memperoleh kebijaksanaan. Kata filsafat dalam pengertian ini lebih berarti
sebagai, dan Himbauan kepada kebijaksanaan.
Filsafat pertama kali dipergunakan oleh Pitagoras
(582-496SM). Arti filsafat pada waktu itu belum begitu jelas, namun dikemudian
hari menjadi diperjelas seperti halnya yang banyak dipergunakan sekarang ini
pertama kali dipergunakan oleh kaum Sophist dan juga oleh Sokrates (470-399
SM). Ada juga yang berpendapat bahwa filsafat secara harafiah mengandung arti “kegandrungan
mencari hikmah, kebenaran dan kebijaksanaan dalam hidup dan kehidupan.maka
dapatlah disimpulkan bahwa secara etimologis filsafat berarti mencintai
kebijaksanaan dan mendambakan kebijaksanaan. Terdapat tiga hal yang mendorong
manusia untuk berfilsafat, meliputi:
a.
Keheranan;
sebagian filsuf berpendapat bahwa rasa heran (kagum) merupakan hal yang
mendorong seseorang berfilsafat. Seperti Plato mengatakan “Mata memberi
pengamatan bintang-bintang, matahari dan langit”. Pengamatan ini memberi
dorongan untuk menyelidiki, dan penyelidikan ini merupakan kegiatan filsafat.
b.
Kesangsian; Agustinus
(354-430 M) dan Rene Descartes (1596-1650 M), berpendapat bahwa kesangsian
merupakan sumber utama bagi pemikiran manusia. Pada saat manusia melihat atau mengetahui sesuatu yang
mana baginya merupakan hal baru maka ia akan merasa heran kemudian sangsi atau
ragu-ragu.
c.
Kesadaran
akan keterbatasan; manusia mulai berfilsfat ketika menyadari dirinya sangat
kecil dan lemah terutama jika dibandingkan dengan alam sekelilingnya. Manusia merasa
bahwa dirinya sangat terbatas dan terikat terutama pada waktu mengalami
penderitaan atau kegagalan. Dengan kesadaran akan keterbatasannya manusia mulai
berfilsafat, dan mulai memikirkan bahwa diluar manusia yang terbatas pasti ada
sesuatu yang tak terbatas.
Filsafat
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
2001, terdapat empat pengertian yaitu, (1) pengetahuan dan penyelidikan dengan
akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukuman, (2) teori
yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan, (3) ilmu yang berintikan
logika, estetika, metafisika, dan epistemologi, (4) falsafah.
Filsafat
merupakan suatu ikhtiar berpikir dan bukan dimaksudkan untuk merumuskan suatu
doktrin yang final dan konklusif serta tidak beloh digugat. Metode yang
dilakukan para filsuf untuk mencapai sasaran pemikiran adalah berbeda, yang
ditujukan adalah universalia yang dicapai dari partikularia dalam kenyataan.
B.
Filsafat Agama
Filsafat tidak
dapat disamakan dengan religi, meskipun dalam sejarah perkembangannya suatu
filsafat dapat mengambil corak religius atau setidak-tidaknya diharuskan
mengambil tempat subordinatif pada suatu religi. Paham filsafat dapat juga
membawa corak dogmatis religius oleh karena bertitik tolak dari suatu sikap
yang anti religius atau anti teistik.
Abad ke-2
terdapat sejumlah pemikiran agama yang menolak filsafat yang berasal dari
yunani, yang beranggapan bahwa setelah manusia berkenalan dengan Wahyu Ilahi,
filsafat sebagai kecerdikan manusiawi belaka merupakan sesuatu yang berkelebihan,
bahkan suatu bahaya yang mengancam kemurnian iman beragama. Menurut Thomas
Aquinas (1225-1274), filsafat dan ilmu-ilmu lain merupakan hamba atau pembantu
bagi teologi, sehingga filsafat dipelajari berhubungan dengan studi teologi.
Filsafat agama
yang dirintis oleh tokoh-tokoh masa pencerahan (Aufklarung, Enlightenment) di Eropa mulai abad ke-18, cenderung
mengecilkan arti perwahyuan dan ingin mengembangkan suatu agama dalam batas
jangkauan pikiran. Filsafat agama harus dibedakan dari teologi filosafis yang tidak
mengesampingkan iman dan sangat dekat dengan tologi fundamental. Terdapat
beberapa orang menggunakan filsafat agama untuk mengembangkan landasan bagi
kepercayaan religius atau untuk mempelajari hubungan antara penalaran filosofis
dan iman religius.
C.
Filsafat Buddhis
Ajaran Buddha
dan filsafat tak dapat dipisahkan, akan tetapi ajaran Buddha jauh lebih luas
dari filsafat, sehingga tidak tepat disebut sebagai ilmu filsafat. Filsafat
hanya berkenaan dengan pengetahuan dan tidak mempehatikan praktik, sedangkan
agama Buddha memberikan tekanan khusus pada praktik dan pencapaian. Buddha
adalah manusia yang telah mencapai kesempurnaan yang melampaui para filsuf.
Filsafat buddhis
tergolong realisme dan tidak iealisme atau materialisme, karena dimuali dengan
mempelajari fakta kehidupan, agama Buddha mengembangkan filosofinya tentang
berbagai bukti, bukan sebuah fisafat yang spekulatif. Salah satu ajaran Buddha
yaitu Abhidhamma yang memuat metafisika dalam pandangan dunia modern mengandung
banyak hal yang dapat dianggap sebagai filsafat ilmu pengetahuan. Seperti sans,
ajaran Buddha berbasiskan kausalitas yaitu segala sesuatu yang berkondisi
terjadi karena sebab yang beragam atau pertalian sebab ada yang bersifat intern
dan ada yang bersifat eksternal.
Perbedaan
penafsiran terhadap ajaran Buddha melahirkan berbagai aliran atau perguruan
yang mengembangkan filsafat masing-masing. Misalnya Teravada pasca Buddhaghosa
dan Sarvastivada berdasar Abhidhamma, menghadapi dualisme realitas batin dan
materi samai pada teori zat atau substansi (sabhava/svabhava).
Kaum Sarvastivada menjunjung suatu teori bahwa suatu obyek pencerapan adalah
agregat dari atom-atom (iparamanusanghata),
yang percaya bahwa atom-atom berada secara individual, dan bahwa bilamana
berada dalam bentuk agregat (sanghatarupa)
menjadi dapat dicerap. Tetapi agregat ini tidak merupakan kesatuan, yang
merupakan keanekaan belaka. Kaum Sarvastivadin dipimpin oleh Sanghabadra,
mencoba untuk menhindar dari paradoks ini dengan bersikeras bahwa tiap-tiap
atom sendiri bila tidak bergantung kepada yang lainnya atau tidak berhubungan
dengan yang lainnya adalah tidak dapat dicerap, tetapi dapat ditangkap oleh
indria-indria bila berada bersama-sama dan bila saling bergantungan satu sama
lain untuk keberadaannya.
Pandangan ini dapat dibandingkan dengan
gagasan John Locke, penganut empirisme. Pandangan
tersebut tidak diakui oleh kaum Sautrantika yang memandang Sutta sebagai sumber
primer. Ketiga aliran itu mengembangkan teori atom (pramanu), sedangkan Madhyamika berlawanan, menganut
transendentalisme Mahayana dan menolak metafisika. Teori atom disanggah oleh
Yogacara yang mengembangkan idealisme.
Kaum
Sauntrantika yang menolak konsepsi tentang saat statik dipihak lain terpaksa
menerima teori pencerapan tak langsung. Berdasarkan alasan bahwa suatu obyek
mesti berada terus bila harus bersedia untuk dapat dikenal, kaum Sautrantika
berpendapat bahwa karena baik obyek ataupun kesadaran adalah tanpa durasi, maka
tak mungkin akan ada pencerapan langsung terhadap obyek-obyek luar.
Filsuf yang
dianggap sebagai bapa filsafat modern, Rene Descartes (1596-1650) menyusun
metode pengujuan yang dimulai dengan menyangsikan segala-galanya. Pandangan ini
sejalan dengan apa yang diajarkan oleh Buddha kepada kaum Kalama. Arthur
Schopenhauer (1788-1860) melihat bahwa hidup sebagai manusia selalu berarti
juga mengalami penderitaan dan memadamkan segala hawa nafsu merupakan jalan
efektif untuk mencapai Nirwana, pemikiran ini sangat dipengaruhi oleh alam
pikiran agama Buddha.
Baruch de
Spinoza (1632-1677), disamping mengakui adanya satu substansi yang kekal,
menegaskan bahwa seluruh fenomena kahidupan bersifat tidak kekal. Menurut
pandanganny, penderitaan harus diatasi dengan menemukan suatu objek pengetahuan
yang tidak berubah, tidak bersifat sementara, melainkan bersifat kekal abadi.
G.W.F.Hegel (1770-1831)
berpendapat bahwa segala perwujudan adalah proses pembentukan. Henri Bergson
(1859-1941) menyokong ajaran tentang perubahan, dan menekankan nilai intuisi.
David Hume (1711-1776) menyimpulkan bahwa kesadaran terdiri dari keadaan
pikiran yang berlalu cepat. William James (1842-1910) berpikir mengenai arus
kesadaran dan mengingkari adanya suatu substansi jiwa. George Berkeley
(1685-1753) berpendapat bahwa apa yang disebut atom yang tak dapat dibagi
adalah metafisika rekaan atau khayalan. Semua pemikiran tersebut mengungkapkan
dengan caranya masing-masing tentang perubahan (anicca), penderitaan (dukkha),
dan tiadanya substansi jiwa yang kekal (anatta).
D.
Ajaran Buddha
sebagai Filsafat
Ajaran Buddha
yang bermisi untuk pembebasan dari lingkaran penderitaan merupakan sebuah jalan
Buddha yang dapat dilalui siapapun tanpa terdapat perbedaan atau diskriminasi
yang dapat diterima berdasarkan penalaran atau logika. Ajaran Buddha diajarkan
berdasarkan pembuktian (ehipasiko),
yang tidak secara mendogma seseorang untuk menerima ajaran secara mentah-mentah
dan tanpa pembuktian.
Ajaran Buddha
tidak berdasarkan pewahyuan, akan tetapi berdasarkan pengalaman langsung yang
diselami oleh Sang Buddha yaitu dengan mencapai penerangan sempurna, dimana
nibbana/kebebasan sudah terealisasikan. Setelah pencapaian penerangan, Sang
Buddha membabarkan Dhamma pertama kali kepada lima orang petapa yaitu Dhammacakkhapavathana
Sutta yang berisi tentang Empat Kesunyataan Mulia.
Empat
Kesunyataan Mulia tersebut berisi tentang penderitaan (Dukkha Dukkha), sebab
penderitaan (Dukkha Samudaya), lenyapnya penderitaan (Dukkha Nirodha), dan
jalan menuju lenyapnya penderitaan (Hasta Ariya Magga). Empat Kesunyataan Mulia
dibabarkan Sang Buddha adalah untuk membebaskan manusia dari penderitaan yaitu
Sang Buddha terlebih dahulu menjelaskan bahwa dalam kehidupan ini merupakan
Dukkha (penderitaan), karena manusia masih mengalami perubahan fisik yaitu
lahir, sakit, tua dan mati, kemudian mengalami perubahan mental yaitu terkadang
sedih, senang, marah, kecewa, gelisa dan lainnya yang lebih berbahaya dari
fisik, karena mental dapat mempengaruhi tubuh fisik manusia.
Sang Buddha
menjelaskan Empat Kesunyataan Mulia yang ke dua yaitu, sebab penderitaan
(dukkha samudaya) yang merupakan akar munculnya penderitaan yang terus dialami
oleh manusia yang dikarenakan oleh nafsu keinginan (Tanha). Kesunyataan Mulia
yang ketiga yaitu lenyapnya penderitaan (Dukkha Nirodha) yang berarti
tercapainya pembebasan dari kekotoran batin dan tidak akan bertumimbal lahir
kembali di alam-alam kehidupan.
Kesunyataan
mulia yang ke empat yaitu jalan menuju lenyapnya penderitaan (Hasta Ariya Magga)
yang terdapat delapan unsur jalan yang harus dilalui untuk mencapai
nibbana/pembebasan. Delapan unsur jalan utama tersebut antara lain, pandangan
benar (Samma Ditthi), pikiran benar (Samma Sankappa), ucapan benar (Samma
Vaca), perbuatan benar (Samma Kamanta), mata pencaharian benar (Samma Ajiva),
usaha benar (Samma Vayama), perhatian benar (Samma Sati), meditasi benar (Samma
Samadhi).
Empat
Kesunyataan Mulia merupakan kebenaran mulia yang dapat dijadikan sebagai
filsafat/pandangan hidup seseorang dalam kehidupannya sehingga dapat mencapai
pembebasan. Ajaran Buddha memiliki beragam metode sesuai dengan karakteristik
seseorang, seperti dalam kehidupan Sang Buddha yang terdapat dalam kitab Vimanavatthu pada bagian pertama
diceritakan seorang pelayan perempuan dengan sepenuh hati telah melakukan dana
makanan kepada para bhikkhu, karena berdana merupakan pandangan/pedoman hidup
bagi pembantu perempuan tersebut, maka setiap terdapat bhikkhu yang
berpindapata, telah melakukan perbuatan baik tersebut dengan melakukan
pemberian makanan, dan setelah pelayan perempuan tersebut meninggal, terlahir
dialam dewa (Tiga Puluh Tiga Dewa).
Peristiwa
berkumpulnya 1250 bhikkhu yang semuanya arahat, Sang Buddha membabarkan Ovada
Patimokha yang merupakan inti dari ajaran Buddha yang dapat digunakan sebagai pandangan/pedoman
hidup seseorang yang memiliki nilai-nilai luhur spiritual yang sangat tinggi.
Inti ajaran Buddha yang dibabarkan Sang Buddha yaitu “Janganlah berbuat
kejahatan, perbanyaklah perbuatan baik, sucikan hati dan pikiran, itulah ajaran
semua Buddha”.
Fokus Ajaran Sang Buddha adalah
bertitik tolak pada diri sendiri, yaitu pada hal-hal praktis, seperti bagaimana seseorang menjalankan Ajaran
tersebut dalam kehidupan sehari-hari dan mengintegrasikannya dengan Pikiran,
sehingga batin dan pikiran tetap damai, sehat dan dapat menimbulkan
kebijaksanaan. Di
belahan negara Barat, Buddhisme ini
tidak disebut atau digolongkan sebagai Agama, tetapi lebih merupakan cara Hidup
(way of living), filsafat kehidupan (Living philosophy), sains dan psikologi.
Bahkan sesungguhnya Ajaran Sang Buddha ini jauh melampaui batas Filsafat yang dikenal secara umum ( Filsafat diatas filsafat ).
Ajaran lain yang digunakan sebagai filsafat hidup dikenal dengan Tiga
Corak Umum (Tilakkhana), yang berisi
tentang anicca, dukkha, dan anatta. Seseorang akan menyadari bahwa kehidupan
ini adalah selalu berubah dan tidak kekal, dengan adanya perubahan maka masih
diliputi penderitaan. Kehidupan ini adalah tanpa diri yang kekal. Seseorang
yang telah menggunakan ajaran buddha sebagai filsafat hidupnya, akan menuntun
kearah pembebasan dari penderitaan.
Ajaran Buddha dapat memberikan suatu jalan yang tanpa mendogmatis
seseorang yang mempraktekanya, akan tetapi seseorang bebas berpikir dan
memiliki keluasan dalam membuktikan ajaran Buddha. Ajaran Buddha melebihi
filsafat atau lebih luas dari ilmu filsafat. Hal ini dapat dibuktikan bahwa
satu-satunya ajaran yang dapat menjawab semua fenomena-fenomena yang ada di
alam semesta adalah ajaran Buddha, hal ini dapat dibuktikan bahwa ajaran Buddha
selaras dengan ilmu pengetahuan.
Pada masa
kehidupan Buddha, Sang Buddha duduk di bawah naungan
pohon dan melihat betapa indahnya pedesaan. Flowers
were blooming and trees were putting on bright new leaves, but among all this
beauty, he saw much unhappiness. A farmer beat his ox in the field.
Bunga-bunga mekar dan pohon menempatkan pada daun baru yang cerah, tapi di
antara semua keindahan, melihat banyak ketidakbahagiaan. Seorang petani
mengalahkan lembunya di lapangan. A bird pecked at
an earthworm, and then an eagle swooped down on the bird. Seekor burung
mematuk pada cacing tanah, dan kemudian elang menukik turun pada burung. Deeply troubled, he asked, "Why does the farmer
beat his ox? Why must one creature eat another to live?" Sangat
terganggu, ia bertanya, "Mengapa petani memukul lembunya? Kenapa harus
satu makhluk hidup makan lagi?"
Selama
masa pencerahan, Buddha menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini, dan menemukan tiga
kebenaran besar. He explained these truths in a
simple way so that everyone could understand them. Sang Buddha menjelaskan kebenaran
ini dengan cara yang sederhana sehingga setiap orang bisa memahaminya yaitu:
1.
Nothing is lost in the universeTidak ada yang hilang di alam semesta
Kebenaran pertama adalah bahwa tidak ada yang hilang di alam semesta. Matter turns into energy, energy turns into matter.
Materi berubah menjadi energi, energi berubah menjadi materi. A dead leaf turns into soil. Sebuah daun mati
berubah menjadi tanah. A seed sprouts and becomes
a new plant. Sebuah benih kecambah dan menjadi tanaman baru. Old solar systems disintegrate and turn into cosmic
rays. Sistem tenaga surya tua hancur dan berubah menjadi sinar kosmik. We are born of our parents, our children are born of us.
seseorang lahir dari orang tua, anak-anak lahir dari orang tuanya.
Manusia adalah sama seperti tanaman, seperti pohon, seperti orang lain,
seperti hujan yang jatuh, yang terdiri dari apa yang ada di sekitarnya, manusia
adalah sama seperti segala sesuatu. Jika manusia menghancurkan sesuatu di
sekitarnya, manusia telah menghancurkan dirinya sendiri. If we cheat another, we cheat ourselves. Kalau seseorang
menipu orang lain, seseorang menipu dirinya sendiri. Understanding this truth, the Buddha and his disciples
never killed any animal. Memahami kebenaran ini, Sang Buddha dan
murid-muridnya tidak pernah membunuh binatang manapun.
2. We are the same as plants, as trees, as other people, as
the rain that falls.Semua
Perubahan
Kebenaran
universal kedua dari Buddha adalah bahwa segala sesuatu adalah terus berubah. Life is like a river flowing on and on, ever-changing.
Hidup ini seperti sungai yang mengalir terus dan terus. Sometimes it flows slowly and sometimes swiftly.
Mengalir pelan-pelan dan terkadang cepat. It is
smooth and gentle in some places, but later on snags and rocks crop up out of
nowhere. Itu halus dan lembut di beberapa tempat, tetapi di kemudian
hari dan batu Snags muncul tidak diketahui dari mana. As soon as we think we are safe, something unexpected
happens. Segera setelah berpikir seseorang aman, sesuatu yang tidak
terduga terjadi.
Seekor
dinosaurus, mammoths, dan harimau saber-toothed menjelajahi bumi. Binatang-binatang
semua mati, namun bukan akhir dari kehidupan. Other
life forms like smaller mammals appeared, and eventually humans, too.
Bentuk kehidupan lain seperti mamalia kecil muncul, dan akhirnya manusia juga. Pada
zaman sekarang manusia Now we can even see the
Earth from space and understand the changes that have taken place on this
planet.padapada bahkan bisa
melihat Bumi dari ruang angkasa dan memahami perubahan-perubahan yang telah
terjadi di planet bumi dan planet-planet lainnya. Our
ideas about life also change. Ide-ide tentang kehidupan juga berubah.
Seseorang dahulu People once believed that the
world was flat, but now we know that it is round.percaya bahwa dunia
adalah datar, tetapi pada zaman sekarang setelah dibuktikan oleh seseorang
peneliti, seseorang mengetahui bahwa bumi atau dunia adalah bulat.
3. 2. Everything Changes 3. Law of Cause
and EffectHukum
Sebab-Akibat
The third universal truth
explained by the Buddha is that there is continuous changes due to the law of
cause and effect. Kebenaran universal yang ketiga dijelaskan oleh Sang
Buddha adalah bahwa ada perubahan terus-menerus karena hukum sebab dan akibat. This is the same law of cause and effect found in every
modern science textbook. Ini adalah hukum yang sama sebab-akibat yang
ditemukan di setiap buku pelajaran ilmu pengetahuan modern. In this way, science and Buddhism are alike.
Dengan cara ini, ilmu pengetahuan dan agama Buddha adalah sama. The law of cause and effect is known as karma.
Nothing ever happens to us unless we deserves it.Hukum sebab-akibat
dikenal sebagai karma.We receive exactly what we earn, whether it is good or
bad. Semua mahluk menerima apa yang diperoleh, apakah itu baik atau
buruk.We are the way we are now due to the things
we have done in the past. Manusia
dapat terlahir di alam manapun diakibatkan karena perbuatannya sendiri. Our thoughts and actions determine the kind of life we
can have.
Pikiran dan tindakan seseorang menentukan jenis kehidupan
yang dimilikinya. If we do good things, in the
future good things will happen to us. If we do bad things, in the future bad
things will happen to us. Jika melakukan hal-hal yang baik, di masa
depan hal-hal yang baik akan terjadi pada seseorang. Jika melakukan hal-hal
buruk, di masa depan hal-hal buruk akan terjadi pada diri seseorang yang
melakukannya. Every moment we create new karma by
what we say, do, and think. Setiap saat seseorang/mahluk menciptakan
karma baru yang dilakukan melalui ucapan, perbuatan, maupun pikiran. If we understand this, we do not need to fear karma.
Jika seseorang memahami hal ini, tidak perlu takut karma dan akan It becomes our friend.It teaches us to create a bright
future.mengajarkan kita untuk menciptakan masa depan yang cerah. The Buddha said,Sang Buddha berkata,"The kind of seed sown "Jenis benih
ditaburkan will produce that kind of fruit.akan
menghasilkan buah seperti itu.Those who do good
will reap good results. Orang yang berbuat baik akan menuai hasil yang
baik.Those who do evil will reap evil results.
Mereka yang melakukan kejahatan akan menuai hasil kejahatan. If you carefully plant a good seed, Jika seseorang
dengan hati-hati menanam bibit yang baik, You will
joyfully gather good fruit." maka akan sukacita mengumpulkan buah
yang baik. "Dhammapada
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Ajaran Buddha sebagai
Filsafat hidup merupakan kebenaran yang dibabarkan oleh Sang Buddha dalam
mengatasi penderitaan dalam kehidupan untuk mencapai pembebasan/nibbana. Ajaran
Buddha lebih luas dari filsafat, akan tetapi dapat digunakan sebagai filsafat
hidup karena dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk dipraktekan.
Ajaran Buddha adalah yang dapat menjawab segala fenomena di alam semesta, dan
selaras dengan ilmu pengetahuan.
B. Saran
Penulisan makalah merupakan
tugas UAS semester ganjil mata kuliah Filsafat Buddha yang diberikan oleh dosen
pengampu. Dalam penulisan makalah tentunya masih terdapat kekurangan yang
tentunya belum dapat diketahui oleh penulis, maka penulis mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun dalam penyempurnaan makalah yang selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
J. Kalupahana,
David.. 1986. Filsafat Buddha. Jakarta
Pusat: Erlangga.
Wahyono,
Mulyadi. 2002. Pokok-pokok Dasar Agama
Buddha. Jakarta: Departemant Agama R.I.
Wijaya Mukti,
Krishnanda. 2003. Wacana Buddha Dhamma.
Jakarta: Yayasan Dharma Pembangunan dan
Ekayana Buddhist Centre.