HAKIKAT MANUSIA
Oleh:
Bhikkhu
Saddhanyano Mahathera
Namo
Sanghyang Adi Buddhaya
Namo
Tassa Bhagavato Arahatto Samma Sambuddhassa
Bapak
ibu dan saudara sekalian yang berbahagia.
Sebelum
saya menyampaikan ceramah pada kesempatan yang berbahagia ini, saya ingin
sampaikan salam “namo buddhaya”.
Senang
sekali bisa mendapat kesempatan untuk yang kedua kalinya saya bisa hadir di
visma bahagia. Mudah-mudahan bapak ibu bahagia sebagaimana tempat ini dibuat.
Bapak
ibu saudara sekalian
Saya
akan bicara tentang hakikat manusia. Kita ini manusia tapi hakikatnya seperti
apa, banyak yang belum tahu. Oleh karena itu, saya ingin mengupas ini
mudah-mudahan anda semua semakin mengerti. Di tempat lain mungkin anda sudah
pernah mendengar, namun bagi sebagian masih ada yang belum, oleh karenanya saya
ingin membahas ini supaya anda semua makin mengerti dan memerankan kemanusiaan
kita sebagai manusia.
Bapak
ibu dan saudara sekalian.
Ternyata
manusia itu merupakan istilah yang berasal dari bahasa pali yaitu manussa.
Manussa berasal dari kata manno dan ussa. Mano artinya pikiran dan ussa artinya
luhur. Jadi manusia adalah makhluk yang memiliki batin atau pikiran yang luhur.
Jadi yang disebut manusia adalah sebuah makhluk yang memiliki batin yang luhur
dan ini yang membedakan kita dengan makhluk-makhluk lain, ini ditinjau dari
asal katanya. Kalau ditinjau dari struktur pembentukannya, apa maksudnya?
Manusia merupakan perpaduan dari berbagai unsur yang disebut panca skandha atau
lima kelompok kehidupan. Panca skandha ini terdiri dua unsur penting yang
disebut nama dan rupa atau batin dan jasmani. Kalau kita urai lagi, ternyata di
dalam tubuh manusia yang terdiri dari nama dan rupa tadi di dalam nama atau
batin ada unsur lain, yaitu kesadaran, perasaan, pikiran dan pencerapan. Setiap
manusia mempunyai empat unsur ini. Kenapa ibu bisa sedih, senang, stress,
karena anda punya pikiran. Jadi manusia itu dari sisi batin ada kesadaran,
perasaan, pikiran, pencerapan. Pada saat anda melihat, anda cerap, anda
rasakan, anda pikiran anda tampung di gudang kesadaran. Kalau itu enak buat
anda happy, kalau itu tidak enak membuat anda sedih. Kemudian unsur kedua
adalah rupa. Wujud kita dan fisik kita, sebelum ilmu kedokteran mengurai Buddha
sudah menjelaskan ini. Jadi manusia terdiri ada empat unsur, sang disebut
unsure tanah yaitu tulang, daging, kulit.
Oleh
karenanya manusia terdiri dari unsur tanah, maka banyak orang mengatakan bahwa
manusia berasal dari tanah, ini tidak salah karena memang betul manusia terdiri
dari unsur tanah. Tetapi yang menjadi masalah adalah penggambaran mereka tidak
sesuai dengan apa yang sang Buddha jelaskan. Kalau orangtua jaman dahulu, atau
dongeng cerita kalau manusia itu dibuat dari tanah. Seperti pengerajin tanah
liat membuat patung, pot, dikasih tangan dikasih kaki, walaupun tidak dikasih
baju, lalu ditiup dan akhirnya hidup, tetapi tidak seperti itu. Yang dimaksud
manusia berasal dari tanah adalah ada unsure tanag yang mewakili disana, maka
disebut manusia berasal dari tanah. Dalam Aganna Sutta, dijelaskan dengan
gamblang pada mulanya manusia tidak terbentuk seperti sekarang ini, dulu
bentuknya gak jelas, karena memakan sari tanah dan sangat lama. Evolusi terjadi
manusia semakin jelas wujudnya akhirnya seperti sekarang ini.
Theory
Darwin mengatakan bahwa manusia itu berasal dari monyet, itu hukum evolusi.
Kalau kita percaya pada teori evolusi tetapi tidak sama dengan teori
Darwin. Nah ini manusia ada unsur tanah. Kemudian ada unsur api ada di
badan kita yaitu panas. Unsur angin yaitu nafas. Unsur air ada darah, lender,
nanah dan sebagainya. Ini menyatu yang disebut jasmani. Antara perpaduan batin
dan jasmani ini disebut manusia. Jadi yang menggerakkan kita ya unsur-unsur
tadi, kalau saudara sakit karena saudara punya tangan, kulit, dan anda punya
perasaan. Kalau anda senang anda juga karnea punya perasaan dan pikiran dan
anda cocok dengan suasana itu, jadi bukan karena hal-hal lain. Jadi kalau anda
merasa kenyang, karena anda punya perut. Anda haus anda perlu air, kita
memerlukan itu.
Jadi
bapak ibu saudara sekalian, jelaslah bahwa manusia itu adalah perpaduan dari
berbagai unsur yang mana kelima unsur ini tidak ada yang kekal. Oleh karenanya
tidak selamanya orang sedih-dan tidak selamanya orang senang, tidak selamanya
orang stres-tidak selamanya orang sehat. Dari sinilah kita semakin jelas untuk
memaknai hakikat manusia baik secara asal kata maupun secara struktur
pembentukannya. Lantas
apa yang kita bicarakan lagi, kita akan membicarakan bahwa seperti yang
dikatakan tadi bahwa manusia berasal dari kata mano dan ussa batin yang
luhur. Ternyata tidak semua manusia bisa menjaga dan memelihara kualitas
batin tadi sehingga membentuk banyak kualitas dan kelas manusia. Oleh
karenanya, antara manusia yang satu dengan yang lain tidak sama. Nah disini
dijelaskan, dalam Tribumi sebuah kitab bahasa Thai yang diadopsi dari bahasa
pali juga. Dijelaskan bahwa manusia terbentuk menjadi empat kelas. Terbentuknya
manusia menjadi empat kelas ini karena satu sama lain tidak sama dalam usaha
menjaganya. Ada sebagian yang menjaga memelihara sifat-sifat kemuliaannya,
kasihnya, sifat luhurnya sementara yang lain tidak. Yang lain setia dengan
kebenaran, kebajikan dan yang lain tidak. Oleh karenanya sebagian manusia itu
hanyut ke dalam sifat-sifat yang jelek (kebencian, keserakahan dan kebodohan)
membuat mereka berbeda dengan yang lain.
Saya
akan menjelaskan satu persatu;
Yang
pertama manusia neraka; seperti apa?, sebetulnya sama sepertikita punya hidung,
bukan berarti makhluk neraka telinganya ada tiga, bukan ya. Sama seperti kita,
kakinya juga sama ada 2 dan bisa ngomong juga. Jadi yang jadi masalah adalah
itu manusia neraka yang membedakan dengan kita adalah karena perilakunya.
Jadi manusia neraka disini adalah mereka yang wujudnya manusia tapi perilakunya
seperti makhluk neraka yaitu perilakunya, penuh dengan kebencian, kejam, tidak
ada belas kasih, termasuk teroris punya kasihan. Ada manusa yang kelasnya
seperti ini. Ternyata memang manusia itu berkelas-kelas bukan karena ada yang
menciptakan, ada yang membentuk, bukan. Tetapi karena kondisi dari kualitas
batin kita ini, ada yang perduli dari sifat luhurnya ada yang tidak. Jadi
modalnya sama yaitu sifat luhur, tapi ada yang memelihara ada yang tidak. Nah
ini yang membedakan kita.
Yang
kedua adalah manusia peta; peta artinya setan. Jadi wujudnya manusia tapi
prilakunya tidak seperti manusia. Manusia yang diliputi perasaan serakah atau
lobha, mereka yang suka menindas orang lain, yang tamak, yang mau
menang sendiri dan yang senang menginjak martabat otang lain, orang seperti ini
sering digolongkan sebagai manusia peta. Oleh karena ya kadang-kadang orangtua
yang sedang emosi dan marah sama anaknya kadang-kadang sering berkata; kamu ini
manusia atau setan sih, tidak ada kasihannya sama adik kamu. Kadang-kadang kita
sering mendengar orang tua seperti itu karena saking keselnya. Dalam kenyataan
ada manusia seperti itu, tidak mau mengalah.
Yang
ketiga adalah manusia Tiracchana; yaitu manusia yang wujudnya manusia tetapi
perilakunya seperti binatang. Kenapa dikatakan seperti binatang? Karena dia
tidak punya etika ,tidak punya susila tidak ada aturan. Apa yang dikatakan
sering menyakiti oranglain, sering membuat orang susah, sembrono, tidak ada
rasa hormat kepada orangtua, orang suci dan sebagainya. Jadi kehidupannya
dikendalikan oleh kekuatan moha atau kebodohan. Sehingga apa yang dilakukannya
itu tidak benar. Bahkan yang lebih parah sudah salah masih dilakukan inilah
yang membuat manusia ini kelasnya seperti tiracchana atau binatang. Kita
sering melihat di masyarakat kita ada manusia-manusia sekelas ini,
jadi kehadirannya bikin orang takut. Kalau anda lewat disebuah jalan trus ada
orang mabuk, bawa botol dipecah, ada bawa golok kira-kira nyaman gak? Hawanya
tidak enak, panas ya. Coba anda pergi kesuatu tempat, dimana disitu banyak
orang bijaksana, yang kalo ngomong menyenangkan, hatinya baik. Kita tidak
ditolong lewat didepannya saja rasanya nyaman, ketemu lihat mukanya saja kita senang,
jangankan kita ditolong. Inilah yang membedakan, ada manusia yang kelas nya
seperti ini yang disebut manusa-manuso.
Yang
ke empat adalah; manusa=manuso adalah manusia yang hatinya mulia. Yaitu orang
yang mempunyai rasa malu dan takut untuk berbuat jahat. Bukan takut kepada
hantu, setan, hal-hal yang lain. Tapi takut pada hiri dan otappa. Tapi tidak
masalah, karena sesungguhnyapun kalau ketemu tidak usah takut karena hati kita
penuh kasih. Dia akan luluh dengan kekuatan kasih itu. Kalau hantu lagi tidur
dibangunin ya bisa ganggu, makanya jangan macam-mcam.
Ada
manusia manuso manusia yang hatinya luhur dan murah hati serta pemaaf. Kita
harus mencontoh Manussa manuso ini. Kalau bapak ibu melihat orang yang sudah
salah dia tahu dia tahu kesalahan itu, akan tersiksa kalau anda tidak
memaafkan. Maka penting sekali menjadi pemaaf. Mengapa? Dengan memaafkan
membuat orang lain menjadi lebih nyaman, melihat orang bahagia saudara akan
lebih bahagia, dan senang. Pikiran semacam ini akan muncul pada manusia sekelas
manussa-manusso. Dan orang seperti ini biasanya tidak gampang menyerah, kita
umat Buddha harus setia kepada kebenaran. Jangan karena masalah sepele, karena
tidak dapat nomer langsung merasa buddhanya tidak manjur dan pindah agama. Baru
dikhianiati pasangannya nyalahin Buddha. Setiap orang punya masalah, justru
kita harus setia pada kebenaran. Apapun yang kita lakukan kalau niatnya baik
akan menghasilkan kebahagiaan. Cuma yang jadi masalah; apa yang kita lakukan
tidak selalu berbuah saat itu juga. Tergantung anda nanam dimana dan
kualitasnya seperti apa. Kalau
anda misalnya seperti petani; yang ditanam benih unggul, ditanam di tempat yang
subur, dirawat dan dijaga dia akan cepat masak. tetapi kalau sudah nanam
bibitnya jelek dan tumbuh di pasir maka tumbuhnya akan lama, kadang-kadang
belum berbuah sudah dimakan kambing. Sama seperti saudara, yang membuat
kebajikan kita ini tidak cepat tumbuh, bisa jadi tidak disertai dengan niat
yang tulus, tidak disaat yang tepat. Kalau musim banjir saudara menanam padi
saya rasa anda tidak akan panen. Tapi yang penting adalah; Bagaimana saudara
setia kepada kebenaran, karena saudara tahu siapapun yang berbuat baik dia akan
memetik buahnya. Jadi tidak mungkin anda hanya menunggu oranglain panen baru
mendapatkan, ya kalau orang lain panen ingat kalian, kalau tidak kita tidak
akan kebagian. kalau ingin bahagia saudara harus menanam.
Kemudian
saudara sekalian
Kita
perlu meniru dari manusa manuso karena banyak positifnya. Manusa manuso adalah
manusia yang banyak keberuntungan dalam hidupnya. Mempunyai filsafat hidup
setiap saat adalah saat yang baik. Oleh karenanya orang semacam ini selalu
beruntung. Ketemu masalah dia tidak lari, tapi hidupnya bukan
mencari masalah. Ketemu yang jelek diterima. Ketemu yang baik diterima. Jadi
manusa-manuso ini pandangannya luas. Kita pernah ketemu seorang Bhiksu,
cinta kasihnya pandangannya, kebetulan bukan bhikkhu Indonesia. Asalnya orang
Birma tapi tinggalnya di Amerika, namanya YA. Usilananda ahli meditasi. Luar
biasa cinta kasihnya, kehadirannya bikin orang senang dan nyaman, betul-betul
kita merasakan. Kalau beliau datang orang rasanya adem, emosinya turun jadi
kalau ketemu beliau rasanya indah sekali. Yang lebih luar biasa lagi adalah
beliau memperlakukan umat dengan bijaksana, yang bawa sedan diterima, yang
jalan kaki diterima. Yang jalan kaki bawa buah diterima, tidak bawa
buah pun diterima.
Yah,
bante ini luar bisa. Setiap orang bisa seperti itu, tinggal mau
melatih atau tidak. Inilah yang membedakan manusia yang kelasnya manusia
manusso ini bapak ibu sekalian. Kita belajar dari sana. Kenapa? Dengan cara
seperti ini saudara akan memudahkan jalan hidup saudara. Cara hidup
kita menjadi mudah atau tidak sangat juga erat kaitannya dengan cara berpikir
kita dalam melihat kehidupan. Dan biasanya orang seperti ini akan menerangi
seperti pelita, dan kehadirannya membuat terang dan pelita yang sama di mata
orang lain, memiliki makna beda namun fungsi sama. Lilin apabila dinyalakan
saat valentine jadi romantic. Apabila lilin dinyalakan pada saat orang
meninggal tidak romantic lagi tetapi menguatkan kekuatan sakral. Kalau orang
sedang ulang tahun ceria, tapi semuanya menerangi, kehadiran kita membuat orang
menjadi terang, bukan tambah gelap. Anda terlalu banyak nonton sinetron jadi
hawa provokator itu kuat, kalau ketemu orang yang sedang sebel ditambahin, oh
iya kemarin aja baru ngomongin saya, ditambahin, dan saudara sedih kalau tidak
kepancing. Lilin walaupun kecil dia tetap menerangi, walaupun bentuknya
tidak bagus dia tetap fungsinya menerangi. Sama seperti kita; fisik kita boleh
beda, muka beda, umur beda, tapi yang penting selama kita, selama kita hidup,
selama kita masih ada nafas, mudah-mudahan kehadiran kita bisa menerangi. Anda
sebagai kepala keluar bisa keluarga, anda sebagai bos bisa menerangi pegawai,
anda sebagai guru bisa menerangi murid, dan sebagainya.
Mudah-mudahan
itu yang bisa kita lakukan, dan kita sebagai bagian dari masyarakat bisa
menerangi orang lain. Oleh karena itu, saya sering mendukung umat Buddha yang
tengah melakukan aktifitas social. Karena disinilah makna kita hidup, berbagi
dan saling peduli itu yang penting. Kita semua saudara, oleh karena kita harus
berbagi dan saling peduli. Kenapa? Sebab dengan cara seperti ini
saudara bisa membuat hidup ini menjadi lebih hidup. Orang lain kalau kita
lakukan sebagai saudara, dia kepada kita lebih hormat dan lebih respek, dan
tidak akan kurang ajar. Dengan penuh kasih kita dengarkan keluhannya, kita
dengarkan kesedihannya, mungkin kita tidak membantu menyelesaikan paling tidak
membantu orang itu stresnya tidak berat karena ada yang mendengarkan. Kita sendiri
merasa kalau kita stress semua orang tidak mau percaya. Kemudian saling peduli;
bahwa nasib orang lain yang buruk tadi itu akan bisa diatasi kalau kita
peduli.
Oleh
karenanya saudara sekalian.
Kalau
betul kita menghargai dharma, kita adalah siswa sang Buddha mari kita ikuti
jejak beliau. Jangan biarkan orangtua menjadi makin sedih, terpuruk karena
tidak punya tempat tinggal. Jangan biarkan anak-anak terlantar tidak punya
pekerjaan tidak punya orangtua, ini adalah tugas kita bagaimana membantu mereka
agar mereka sedikit bisa menikmati indahnya hidup. Dan tidak ada ruginya kalau
saudara sekalian bisa berbagai dan saling perduli dengan mereka. Kemudian
yang penting lagi bapak ibu sekalian; Manusia manuso akan mudah melayani
dimana dia berada, dia punya motto dia akan melayani. Ketemu orangtua dia akan
melayani, sebaliknya anda akan menjadi orang yang mudah dilayani. Yaitu tidak
ngerepoti orang. Kalau anda menjadi tamu anda akan mudah dilayani, dan
sebagainya. Dan orang sekelas manusa manuso ini dia akan menjadi orang yang
sederhana, rendah hati. Karena sederhana dan rendah hati hidupnya menjadi
mudah, tidak menciptakan masalah. Dengan demikian kemanapun pergi dia akan
bahagia.
Saudara
sekalian
Kita
perlu meniru ini karena biasanya orang yang bahagia, orang yang selamat adalah
orang-orang yang mempunyai pandangan benar seperti ini. Dalam kesulitan bagi
orang biajksana, dia akan anggap sebagai guru. Setiap kesulitan dia akan lihat
dengan benar, sehingga batinnya menjadi matang. Sebagaimana tukang kayu
yang ahli, melihat jenis-jenis kayu dia akan tahu persis. Bagi seorang yang
ahli tidak ada kayu yang elek. Kalau ada kayu jati dia bikin lemari, kalau kayu
mahoni dibuat untuk paket-paket atau kandang burung mungkin. Tapi tidak ada
kayu yang jelek semuanya bagus. Semuanya punya fungsi, oleh karenanya dia tidak
pernah ada masalah karena semua yang hadir didepan dia itu akan berguna. Sama
seperti saudara, kalau semua mau jadi manajer semua siapa yang jadi kuli. Yang
bodoh punya tempat dan pintar ada tempatnya juga tinggal anda harus pandai
mengatur. Jadi tidak ada yang jelek. Kalau tidak ada yang bodoh maka tidak ada
yang jadi korban. Biasanya kalau kita kumpul-kumpul orang yang bodoh jadi bahan
ketawaan, semua ada fungsi. Yang pasti melihat hidup ini dengan bijaksana,
belajar agar kita memiliki kualitas seperti manussa-manusso.
Kemudian
manusa manuso juga memiliki nilai lebih yang lain, dia memandang dunia ini
sebagai tempat latihan. Kesempatan untuk melatih, oleh karenanya hal-hal
mengkhawatirkan bagi menakutkan orang, membuat cemas oranglain, dianggap
sebagai tempat latihan dan dan semua diterima dengan penuh kesadaran. Ada
sebuah cerita Zen, yang menggambarkan bahwa kita harus menerima segala keadaan
itu sebagaimana mestinya supaya anda tidak takut menjalani hidup. Tua, sakit
dan mati adalah resiko kehidupan, dan dia tidak bisa diwakilkan. Kalau tua,
sakit adan mati adalah resiko setiap orang yang lahir. Secinta-cintanya
orangtua kepada anak, dia tidak bisa mewakili sakitnya anak, tuanya anak, tidak
bisa. Ini yang harus dipahami. Ada sebuah cerita; Cerita kodok dan
ular. Suatu ketika kodok sedang senang-senang sudah lama tidak ada hujan.
Begitu sampai dikolam ada hujan dan air ia senang sekali. Begitu berenang
kesenangannya semakin bertambah tiba-tiba ada nyamuk datang, ditangkap dan dimakan
aduh senang sekali. Wah ini nyamuk datang untuk kita. Kemudian muncul
ditangkap. Wah capung datang untuk kita, hujan lebat datang untuk kita. Kita
berpikir sama seperti anak kodok selalu berpikir yang enak-enak saja. Begitu
ada ular datang semua takut, hei ular datang jangan bilang itu untuk kita. Sama
seperti kita kalau tua datang, sakit datang, kita tidak bisa menghindari dan
kita tidak boleh bilang sakit tidak untuk kita, tapi harus bilang sakit memang untuk
kita, tua memang untuk kita. Sakit memang untuk kita, tua untuk
kita.
Sama
seperti ibu kodok bilang ularpun datang untuk kita, bukan cuma capung, air,
nyamuk, ular pun datang untuk kita. Kalau tidak ada ular kodok semakin
berkembang biak memenuhi bumi ini maka kodokpun akan bermasalah. Sama seperti
kita saudara, penyakit, usia tua semua untuk kita, karena sifat dari jasmani
kita tidak kekal. Kalau semuanya tidak ada yang tua nanti keliru mana menantu
mana engkongnya. Jadi nanti malah repot, jadi semua itu untuk kita. Jadi dari
sinilah bapak ibu saudara sekalian, kita semakin jelas bahwa ada tugas mulia
buat kita yaitu bagaimana menghargai hidup, kesempatan kita menjadi manusia
kita hargai. Mudah-mudahan anda semua bisa menjadi manussa manusso, seperti
yang dicontohkan oleh Buddha sediri. Tapi ada tugas yang lebih berat untuk kita
semua bahwa untuk menjadi manusa-manuso setiap orang harus menghancurkan
sifat-sifat buruk dan memelihara sifat baik. Cinta kasih dan kasih sayang kita
pelihara. Keserahakan, kebodohan, kebencian kita buang. Tugas kita sama, sebab
kalau tidak seperti itu kita tidak akan pernah bisa happy. Seperti bapak-bapak
kalau menebang pohon; Kita sering di Jakarta suka tebang pohon, hari ini
ditebang seminggu lagi tumbuh lagi. Kenapa? karena ditebang tidak lewat
akarnya. Kita manusia akan terus menderita kalau tidak menebang akar daripada
penderitaan. Memotong keserakahan, kebencian dan kebodohan, itulah tugas yang
harus kita lakukan. Anda sebagai orang biasa mempunyai tugas yang sama seperti
saya sebagai bikkhu. Tujuan kita sama yaitu hidup bahagia tapi caranya yang
berbeda. Seperti
bebek dan ayam. Bebek beda dalam mengatasi rasa dinginnya. Dua-dua ingin
hangat. Kalau bebek ingin hangat pada saat kedinginan ia akan mengepakkan
sayapnya dan menyelam ke dalam air, maka dia akan mendapatkan kehangatan. Tapi
kalau ayam tidak akan menyelam ke dalam air, dia akan naik ke pohon bertengger,
berkokok dan mengepakkan sayap. Saudara sebagai umat punya cara tersendiri
mengatasi penderitaan itu, sudah ditunjukkan oleh Buddha. Dan kita sebagai
bhikkhu mempunyai cara sendiri dan masing-masing punya tugas yang sama dengan
cara yang berbeda. Itulah yang saya sampaikan, mudah-mudahan setelah kita
mengerti hakikat sebagai manusia, kita semakin bisa menghargai dan melakukan
yang terbaik demi kebahagiaan semua makhluk.
Semoga
semua berbahagia.
sadhu...sadhu...sadhu...
Namo
buddhaya.
0 komentar:
Posting Komentar