Untuk menjadi seorang Umat Buddha, kita tidak
perlu menjalankan upacara khusus seperti pembaptisan,“mencukur rambut”, atau
memakai jubah tertentu. Pengikut beberapa agama tertentu mengharuskan
memelihara jenggot bagi pria dan model rambutnya pun ditentukan. Ada pula agama
yang mengharuskan pemeluknya memakai tanda berwarna di kening mereka. Dalam
agama Buddha hal seperti itu tidak ada. Satu-satunya cara yang paling nyata
untuk menjadi seorang Buddhis adalah dengan mempelajari ajaran Sang Buddha,
untuk kemudian mempraktekkannya. Tetapi umumnya, orang yang telah memutuskan
untuk menjadi pemeluk Buddha lebih suka mengadakan sebuah perayaan kecil
sebagai pernyataan bahwa ia telah menbuat keputusan yang penting ini. Perayaan
yang biasanya kita lakukan dikenal sebagai “Berlindung pada Tiga Permata dan
Menjalankan Lima Sila”. Sebenarnya apakah Tiga Permata itu dan apa arti Tiga
Permata bagi kita?
Tidaklah penting perayaan atau upacara itu dilakukan dalam
bahasa Pali, Sansekerta, Inggris, atau Indonesia. Yang paling penting adalah
apa yang ada di hati. Ada makna yang sangat dalam yang dikandung pernyataan
Berlindung ini dan kita dapat melihatnya dari beberapa segi, tiap segi ini
menambahkan arti dan menambah nilai bagi kita. Dibawah ini merupakan pernyataan
berlindung itu dalam bahasa Indonesia.
SAYA BERLINDUNG PADA BUDDHA
SAYA BERLINDUNG PADA DHARMA
SAYA BERLINDUNG PADA SANGHA
tetapi, untuk sementara orang pernyataan berlindung ini dapat
diungkapkan dengan lebih berkesan, seperti berikut ini:
SAYA BERSUJUD MOHON BIMBINGAN PADA YANG TERANG SEMPURNA
SAYA BERSUJUD MOHON BIMBINGAN PADA AJARANNYA YANG SUCI
SAYA BERSUJUD MOHON BIMBINGAN PADA PERSAUDARAAN SUCI PARA
SISWANYA
Ungkapan lainnya yang dapat digunakan untuk pernyataan
berlindung ini adalah:
SAYA MENEMUKAN KEBENARAN DALAM SANG BUDDHA
SAYA MENEMUKAN KEBENARAN DALAM AJARANNYA
SAYA MENEMUKAN KEBENARAN DALAM PERSAUDARAAN SUCINYA
Perlu diingat bahwa sebaik apapun kata-kata itu diucapkan, namun
tidak akan bermakna bila yang diucapkan tidak selaras dengan apa yang ada alam hati.
Seseorang yang bertempat tinggal jauh dari masyarakat Buddhis dan tidak pernah
melihat Bhikkhu, bisa saja merupakan pengikut Buddha sejati jika ia bertekad
untuk menjadi siswa Sang Buddha dan mengikuti Ajaran-Nya.
Sang Buddha adalah Guru kita, Dharma adalah penawar derita kita,
yang menunjukkan jalan menuju lenyapnya ketidak-bahagiaan, dan Sangha adalah
sahabat kita. Setiap anak buddhis seygoyanya mempunyai doa yang diucapkan pada
saat mau tidur maupun pada saat bangun tidur. Siapa saja dapat mengingat doa
Tiga Perlindungna ini dengan sangat mudah. Dan, Tiga Perlindungan merupakan doa
yang sangat baik dilaksanakan kapan saja dan dimana saja. Tetapi, dalam dunia
Buddhis, diuakini bahwa palng baik memulai hari dengan mengingat Tiga Permata
atau Tiga Perlindungan, dan menjadikannya sebagai penutup hari sebelum kita
tidur. meskipun doa ini singkat, namun, perlu diingat bahwa Ia meliputi seluruh
Ajaran Buddhis.
Buddha, Guru Agung kita dan penunjuk jalan kehidupan bagi kita.
Dharma, merupakan Ajaran yang diwariskan-Nya kepada kita sebagai “Pedoman”
dalam menempuh kehidupan ini. Sedangkan angha, atau persaudaraan para Bhikkhu,
melambangkan penjaga Dharma dan merupakan sahabat kita.
Pada zaman dahulu, di Korea, hiduplah sebuah keluarga miskin
yang hidup dari mengumpulkan kayu hutan untuk kemudian dibuat arang. keluarga
ini mempunyai sepasang anak. Meskipun hidup mereka susah, mereka tetap bahagia.
Hingga suatu hari, penyakit “Singgah” di gubuk mereka. Ayah dan ibu mereka
mulai cemas. Tetangga yang terdekat berada beberapa mil dari tempat mereka, dan
untuk meminta bantuan kesana, banyak gunung yang harus dilalui. Akhirnya,
setelah beras habid dan tak ada lagi obat-obatan yang bisa digunakan, suami
istteri itu meminta anak-anak mereka meminta pertolongan. Mereka dengan seksama
memberikan petunjuk pada anak-anaknya agaimana melewato ginung-gunung yang
tinggi, dan sebelum anak-anak itu berangkat, mereka tidak lupa berdoa pada Sang
Buddha. Mereka memulai dan mengakhiri doa mereka dengan memanjatkan Tiga
Perlindungan. Maka, berangkatlah kedua anak kecil itu mencari pertolongan untuk
ayah ibu mereka yang sakit.
Akhirnya, setelah berjalan berjam-jam, dan dalam keadaan yang
sangat lelah, mereka berhasil tiba di kampung terdekat. Orang-orang kampung
yang baik memberikan mereka obat-obatan dan makanan, seorang ibu menawarkan
diri untuk pulang bersama mereka agar bisa membantu merawat orang tua mereka
yang sakit.
ketika mereka sedang dalam perjalanan pulang, tiba-tiba muncul
seorang merampok menghadap di tengah jalan, dengan golok ditangan, dan
mengancam akan membunuh mereka. Wanita tua sangat ketakutan, ia lari
terbiri-birit. Anak-anak tidak berdaya, mereka masih kecil, mereka tidak kuat
berlari jauh. Akhirnya, mereka berlutu, memejamkan mata, dan memanjatkan doa
Tiga Perlindungan.
Ketika perampok tersebut melihat hal ini, mendengar Tiga
Perlindungan, badannya menjadi lemas. Ia teringat waktu masih kecil, ibunya
juga mengajarkan doa Tiga Perlindungan kepadannya. Ia kemudian menangis. Doa
Tiga Perlindungan telah menggugah hatinya. Sejak itu, ia berjanji untuk menjadi
orang baik dan jujur. Ia mencari wanita tua yang lari tadi, kemudian memikul
beras, obat-obatan, bersama anak-anak kembali ke gubuk mereka.
Ia tinggal di sana, dan membantu menebang kayu dan membuat arang
hingga orang tua anak-anak itu sembuh. kemudian, orang yang pernah menjadi
perampok buas ini tinggal disebuah vihara di gunung Intan di Korea, dan dalam
usia tuanya dikenal sebagai orang suci.
Sampai saat ini, di atas batu nisannya terukir kata-kata
“Perampok yang menjadi orang suci”. Tetapi mari kita ingat baik-baik,
pertobatan perampok itu diawali oleh anak-anak yang memanjatkan doa Tiga
Perlindungan dengan sepenuh hati mereka.
0 komentar:
Posting Komentar