Candi Sewu adalah candi Buddha yang
dibangun pada abad ke-8 yang berjarak hanya delapan ratus meter di sebelah
utara candi Prambanan. Candi
Sewu merupakan kompleks candi Buddha terbesar kedua setelah candi Borobudur di Jawa Tengah. Candi Sewu berusia lebih tua daripada candi
Prambanan. Meskipun aslinya terdapat 249 candi, oleh masyarakat setempat candi
ini dinamakan Candi "Sewu" yang berarti "seribu" dalam
bahasa Jawa. Penamaan ini berdasarkan kisah legenda Loro Jonggrang.
SEJARAH CANDI SEWU
Berdasarkan prasasti yang berangka tahun 792
dan ditemukan pada tahun 1960, nama asli bangunan ini adalah “Manjus’ri
grha” (Rumah Manjusri).Manjusri adalah salah satu Boddhisatwa dalam ajaran buddha. Candi Sewu diperkirakan dibangun
pada abad ke-8 masehi pada akhir masa pemerintahan Rakai Panangkaran. Rakai Panangkaran (746 – 784) adalah raja
yang termahsyur dari kerajaan Mataram Kuno.
Kompleks candi ini mungkin dipugar, diperluas, dan rampung pada masa
pemerintahan Rakai Pikatan, seorang pangeran dari dinasti Sanjaya yang menikahi Pramodhawardhani dari dinasti Sailendra. Setelah dinasti Sanjaya berkuasa rakyatnya tetap
menganut agama sebelumnya. Adanya candi Sewu yang bercorak buddha berdampingan
dengan candi Prambanan yang bercorak hindu menunjukkan bahwa sejak zaman dahulu
di Jawa umat Hindu dan Buddha hidup secara harmonis dan adanya toleransi
beragama. Karena keagungan dan luasnya kompleks candi ini, candi Sewu diduga
merupakan Candi Buddha Kerajaan, sekaligus pusat kegiatan agama buddha yang
penting di masa lalu. Candi ini terletak di lembah Prambanan yang membentang
dari lereng selatan gunung Merapi di utara hingga
pegunungan Sewu di selatan, di sekitar perbatasan Yogyakarta dengan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Di lembah
ini tersebar candi-candi dan situs purbakala yang berjarak hanya beberapa ratus
meter satu sama lain. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan ini merupakan kawasan
penting artinya dalam sektor keagamaan, politik, dan kehidupan urban masyarakat
Jawa kuna.
Candi ini rusak parah akibat gempa pada bulan
Mei 2006 di Yogyakarta. Kerusakan struktur bangunan sangat nyata dan candi
utama menderita kerusakan paling parah. Pecahan bebatuan berserakan di atas
tanah, retakan dan rekahan antar sambungan batu terlihat. Untuk mencegah
keruntuhan bangunan, kerangka besi dipasang di keempat sudut bangunan untuk
menunjang dan menahan tubuh candi utama. Meskipun situs dibuka kembali untuk
pengunjung beberapa pekan kemudian setelah gempa pada tahun 2006, seluruh
bagian candi utama tetap ditutup dan tidak boleh dimasuki demi alasan keamanan.
KOMPLEKS CANDI SEWU
Kompleks candi Sewu adalah kumpulan candi
buddha terbesar di kawasan sekitar Prambanan, dengan bentang ukuran lahan 185
meter utara-selatan dan 165 meter timur-barat. Pintu masuk kompleks dapat
ditemukan di keempat penjuru mata angin, tetapi mencermati susunan bangunannya,
diketahui pintu utama terletak di sisi timur. Tiap pintu masuk dikawal oleh
sepasang arca Dwarapala. Arca raksasa penjaga berukuran
tinggi sekitar 2 meter ini dalam kondisi yang cukup baik, dan replikanya dapat
ditemukan di Keraton Yogyakarta.
Aslinya terdapat 249 bangunan candi di
kompleks ini yang disusun membentuk mandala, perwujudan alam semesta dalam kosmologi Buddha Mahayana. Selain satu candi utama yang terbesar, pada
bentangan poros tengah, utara-selatan dan timur-barat, pada jarak 200 meter
satu sama lain, antara baris ke-2 dan ke-3 candi Perwara (pengawal)
kecil terdapat 8 Candi Penjuru atau disebut juga Candi Perwara
Utama, candi-candi ini ukurannya kedua terbesar setelah candi utama. Aslinya di
setiap penjuru mata angin terdapat masing-masing sepasang candi penjuru yang
saling berhadapan, tetapi kini hanya candi penjuru kembar timur dan satu candi
penjuru utara yang masih utuh.
Candi perwara (pengawal) yang
berukuran lebih kecil aslinya terdiri atas 240 buah dengan disain yang hampir
serupa dan tersusun atas empat barisan yang konsentris. Dilihat dari bagian
terdalam (tengah), baris pertama terdiri atas 28 candi, dan baris kedua terdiri
atas 44 candi yang tersusun dengan interval jarak tertentu. Dua barisan
terluar, baris ketiga terdiri dari 80 candi, sedangkan baris keempat yang
terluar terdiri atas 88 candi-candi kecil yang disusun berdekatan. Beberapa
candi perwara ini telah dipugar dan berdiri, sedangkan sebagian besar lainnya
masih berupa batu-batu berserakan.
Dari keempat baris candi perwara ini, baris
keempat (terluar) memiliki rancang bentuk yang serupa dengan baris pertama
(terdalam), yaitu pada bagian penampang gawang pintunya, sedangkan baris kedua
dan ketiga memiliki rancang bentuk yang lebih tinggi dengan gawang pintu yang
berbeda. Banyak patung dan ornamen yang telah hilang dan susunannya telah
berubah. Arca-arca buddha yang dulu mengisi candi-candi ini mengkin serupa
dengan arca buddha di Borobudur. Candi-candi yang lebih kecil ini mengelilingi
candi utama yang paling besar tapi beberapa bagiannya sudah tidak utuh lagi. Di
balik barisan ke-4 candi kecil terdapat pelataran beralas batu dan ditengahnya
berdiri candi utama.
CANDI UTAMA
Candi
utama memiliki denah poligon bersudut 20 yang menyerupai salib atau silang yang
berdiameter 29 meter dan tinggi bangunan mencapai 30 meter. Pada tiap
penjuru mata angin terdapat struktur bangunan yang menjorok ke luar,
masing-masing dengan tangga dan ruangan tersendiri dan dimahkotai susunan
stupa. Seluruh bangunan terbuat dari batu andesit. Ruangan di empat penjuru
mata angin ini saling terhubungkan oleh galeri sudut berpagar langkan.
Berdasarkan temuan pada saat pemugaran, diperkirakan rancangan awal bangunan
hanya berupa candi utama berkamar tunggal. Candi ini kemudian diperluas dengan
menambahkan struktur tambahan di sekelilingnya. Pintu dibuat untuk
menghubungkan bangunan tambahan dengan candi utama dan menciptakan bangunan
candi utama dengan lima ruang. Ruangan utama di tengah lebih besar dengan atap
yang lebih tinggi, dan dapat dimasuki melalui ruang timur. Kini tidak terdapat
patung di kelima ruangan ini. Akan tetapi berdasarkan adanya landasan atau
singgasana batu berukir teratai di ruangan utama, diduga dahulu dalam ruangan
ini terdapat arca buddha dari bahan perunggu yang tingginya mencapai 4 meter.
Akan tetapi kini arca itu telah hilang, mungkin telah dijarah untuk mengambil
logamnya sejak berabad-abad lalu.
0 komentar:
Posting Komentar