LINGKUNGAN PENDIDIKAN
Pengembangan
kesadaran terhadap lingkungan hidup didasarkan pada sikap mental, sebagai
rangkaian hubungan sebab akibat yang saling bergantungan secara utuh. Melalui
pengembangan batin yang berdasarkan kebijaksanaan, perilaku moral (sila),
konsentrasi, dan belas kasih. Menyadari betapa pentingnya keterkaitan
antara manusia dengan lingkungan secara luas, sehingga manusia tidak
dapat hidup sendiri. Menjaga keseimbangan antara dunia kecil (diri manusia) dan
dunia besar (lingkungan yang luas).
1. Pengertian Fungsi Lingkungan
Pendidikan
Lingkungan mencakup segala hal disekeliling
kita, yang terkait secara langsung maupun tidak langsung. Kegiatan kita
berhubungan serta bergantung pada lingkungan. Lingkungan adalah faktor keseluruhan,
kakas (force), atau keadaan yang mempengaruhi atau berperan atas hidup dan
kehidupan kita.juga dikatakan bahwa lingkungan adalah segala gatra ekologi yang
ditinjau dari segi manusia.
Dari
pengertian di atas maka dapat diketahui secara pasti bahwa lingkungan memiliki
fungsi yang fundamen dalam kehidupan manusia. Sebagai seorang Buddhisme, kita
perlu mengetahui fungsi lingkungan pendidikan agar dalam melakukan segala
sesuatu kita selalu berlandaskan pada ajaran Buddha yang selalu memperhatikan
lingkungan.
2. Wawasan Buddhis terhadap Kesatuan
Lingkungan
Wawasan Buddhis terhadap kesatuan lingkungan mencakup
faktor biotik (hidup) dan abiotik (mati). Yang termasuk dalam faktor biotik
adalah makhluk hidup (manusia, hewan, tumbbuhan) sedangkan faktor abiotik
adalah alam tempat makhluk hidup itu tinggal.
a. Pandangan ajaran Buddha terhadap alam(alam
semesta)
Menurut sang Buddha, bahwa sifat segala
sesuatu adalah terus berubah(anicca). Begitu pula dengan sifat alam. Alam
bersifat dinamis dan kinetik, selalu berproses dengan seimbang. Unsur-unsur
alam yang tampak dalam pandangan Buddha ada empat, yakni unsur padat(pathavi),
cair(apo), panas(tejo), gerak(vayo).
Hukum yang berlaku pada
alam(alam semesta) dapat dikategorikan dalam lima aturan yang disebut panca
niyamadhamma, yaitu utuniyama(hukum fisika), bijaniyama(hukum biologi),
cittaniyama(hukum psikologis), kammaniyama(hukum moral), dhammaniyama(hukum
kausalitas).
b. Pandangan ajaran Buddha terhadap makhluk
hidup(manusia dan hewan)
Makhluk hidup dalam ajaran Buddha, terdiri
dari manusia dan hewan. Tumbuhan tidak termasuk. Makhluk hidup (manusia dan
hewan) tersusun atas lima kelompok kehidupan yang disebut lima khandha, yang
terdiri dari rupa(wujud yang tampak/badan jasmani), vedana(perasaan), sanna (pencerapan,mengingat),
sankhara (keadaan-keadaan pikiran), vinnana(kesadaran). Lima khandha ini secara
ringkas disebut jasmani dan batin(rupa dan nama). Namun demikian, tidak berarti
manusia dapat merusak tumbuh-tumbuhan dengan semaunya tanpa memperhatikan
akibat yang akan terjadi nantinya.
Pandangan
Buddhis mengenai lingkungan tercermin dari ayat suci ini: “bagai seekor lebah
yang tidak merusak kuntum bunga, baik warna maupun baunya, pergi setelah
memperoleh madu, begitulah hendaknya orang bijaksana mengembara dari desa ke
desa” (Dhp. 49). Dalam ekosistem, lebah tidak hanya mengambil keuntungan
dari bunga, tetapi juga sekaligus membayarnya dengan membantu penyerbukan.
Perilaku lebah memberi inspirasi, bagaimana seharusnya menggunakan sumber daya
alam yang terbatas (Wijaya-Mukti, 2004:418).
Agganna-sutta meriwayatkan
hubungan timbal-balik antara perilaku manusia dan evolusi perkembangan
tumbuh-tumbuhan. Jenis padi (sali) yang pertama dikenal berupa butiran
yang bersih tanpa sekam. Padi dipetik pada sore hari, berbuah kembali keesokan
harinya. Dipetik pagi-pagi, berbutir masak kembali di sore hari. Semula manusia
mengumpulkan padi secukupnya untuk sekali makan. Kemudian timbul dalam pikiran
manusia, bukankah lebih baik mengumpulkan padi yang cukup untuk makan siang dan
makan malam sekaligus? Pikiran berikutnya yang timbul mudah diterka – lebih
baik lagi kalau dikumpulkan untuk dua hari, empat hari, delapan hari, dan
seterusnya. Sejak itu manusia mulai menimbun padi. Padi yang telah dituai tidak
tumbuh kembali. Maka, akibat keserakahannya, manusia harus menanam dan menunggu
cukup lama hingga padi yang ditanamnya berbuah. Batang-batang padi mulai tumbuh
berumpun. Lalu butir-hutir padi pun berkulit sekam (D. III. 88-90).
Sikap yang
terpusat pada diri manusia dan anggapan bahwa dunia ini disediakan untuknya
saja tidak membuat hidup manusia menjadi lebih baik. Individualisme dan
kapitalisme ataupun lawannya sosialisme dan komunisme membayar kemajuan duniawi
dengan permasalahan lingkungan. Lingkungan hidup menjadi tidak terpelihara
rusak dan justru mengancam kehidupan manusia sendiri. Hal itu terjadi karena
kehidupan non-materi atau kemajuan rohani tidak memperoleh tempat yang wajar.
Falsafah hidup Buddhis menghendaki keseimbangan antara pemenuhan kepentingan
materi dan spiritual. Keseimbangan hidup semacam itu, menurut Cakkavatti-sihanada-sutta,
sekalipun kepadatan penduduk bertambah karena tingkat kematian menurun atau
harapan hidup manusia meningkat, manusia masih dapat cukup makan (D.Ill.75).
Tiga peristiwa utama menyangkut kehidupan Buddha, kelahiran,
penerangan, dan kematian, mengambil tempat di bawah pohon terbuka. Buddha
menasehatkan kepada biarawan untuk mencari-cari tempat yang luas di tengah
hutan dan kaki pohon untuk praktek meditasi. Udara menyenangkan, tenang dalam
suatu lingkungan alami dipertimbangkan sebagai sarana untuk pertumbuhan
spiritual.
Perhatian Buddha untuk hutan dan pohon digarisbawahi
dalam Vanaropa Sutta (S.I.32) di mana konon penanaman kebun (aramaropa)
dan hutan (vanaropa) adalah tindakan yang berjasa, menganugerahkan jasa
siang malam sebagai penolong. Dengan jelas Buddha menimbang rasa bagi aspek
hutan dan pohon yang bermanfaat. ‘Vana‘ atau hutan dalam Dhammapada
digunakan oleh Buddha sebagai perumpamaan kata-kata penuh arti diberlakukan
bagi konteks dunia saat ini: tebanglah hutan (nafsu) sampai habis, jangan
tinggalkan satu pohon pun. Dari hutan itulah tumbuh rasa takut (Dhp.283).
Bagaimanapun, menanam hutan (vanaropa) berkait dengan
konsep menanam hutan, dipahami oleh ahli ilmu lingkungan hidup, dalam rangka
menyelamatkan dunia dari penebangan hutan dan desertifikasi sebagai akibatnya.
Biarawan dilarang dalam vinaya untuk menebang pohon, kepercayaan populer
yang percaya bahwa dalam pohon sedang hidup organisma. Buddha, meletakkan
aturan yang menjelaskan, “kenapa orang bodoh mengurangi dan menyebabkan yang
lain memotong pohon. Tentu saja, orang percaya bahwa pohon hidup.”
Dalam Vinaya
Buddha menetapkan bahwa seorang bhikkhu yang menyebabkan kerusakan pada tanaman
dinyatakan bersalah. Ajaran Buddha mengenai sikap menghormati dan tanpa
kekerasan, tidak hanya berlaku terhadap semua makhluk hidup, tetapi juga
terhadap tumbuh-tumbuhan. Buddha Gotama dan siswa-Nya tidak merusak biji-bijian
yang masih dapat tumbuh dan tidak akan merusak tumbuh-tumbuhan. (D.I.5).
Di musim hujan (Vassa) para bhikkhu melakukan “rakatan dan tidak
melakukan perjalanan menghindari kemungkinan dan menginjak tunas-tunas tanaman
atau mengganggu kehidupan “binatang-binatang kecil yang muncul setelah hujan (Vin.I.137).
Peradaban
menghendaki hidup ini memanfaatkan sumber alam yang tersedia. Namun karena
hidup manusia bukan benalu, maka ia seharusnya berusaha memulihkan sumber alam
yang telah dipakainya. Schumacher mengatakan setiap pengikut Buddha wajib
menanam sebatang pohon setiap beberapa tahun dan menjaganya sampai
sungguh-sungguh hidup. Orang yang pandai dan bijaksana akan berusaha
meningkatkan kesejahteraan atau mencapai sukses yang sebesar-besamya hanya
dengan menggunakan sumber daya yang minimal, seperti ia meniupkan napasnya
membuat api kecil menjadi besar(Ja.I.123).
Sumber daya
alam yang penting adalah hutan. Hutan dengan segala isinya merupakan sumber
kehidupan. Hutan diperlukan karena menghasilkan bahan baku bagi industri,
tetapi juga merupakan paru-paru dunia. Lebih dari itu, hutan mendapat tempat
yang khusus dalam agama Buddha. Hutan adalah tempat yang menyenangkan, baik
untuk melakukan latihan meditasi. Di sana para petapa yang telah bebas dari
nafsu dan menyukai kcsunyian akan menyepi dan merasa gembira (Dhp 99).
Manusia sangat berkepentingan untuk selalu menjaga kelestarian hutan.
- Pendekatan Buddha Terhadap Masalah
Lingkungan
Bidang permasalahan lingkungan, seperti masalah global,
penghabisan lapisan ozon, penebangan hutan, dan pengurangan keanekaragaman
makhluk. Permasalahannya disebabkan oleh pengurangan keanekaragaman makhluk
sebagai bagian dari tantangan terbesar yang dihadapi manusia saat ini. Dampak
dari pengurangan aneka ragam makhluk mempengaruhi ekosistem, dan kehidupan
manusia.
Tujuan terakhir praktek Buddhisme adalah untuk mencapai Ke-Buddhaan,
yang mana dalam terminologi modern berarti untuk menjadi apa yang ideal baik
manusia sebagai Buddha. Praktek dalam Buddhisme ada enam macam praktek untuk
mencapai ke-Buddhaan (sad paramita). Enam macam praktek terdiri dari
memberi dana (dana-paramita), kesempurnaan moral (sila-paramita),
kesabaran (ksanti-paramita), tekun/semangat (virya-paramita),
praktek meditasi (dhyana-paramita), dan kebijaksanaan (prajna-paramita).
Praktek Buddhisme untuk pemecahan permasalahan lingkungan
adalah langsung sesuai dengan harapan Buddhisme yang mengakibatkan pemindahan
rasa sakit dari semua mahluk hidup. Alat-Alat yang dikembangkan sebagai rencana
kegiatan dan norma-norma etis Buddha didasarkan pada praktek, tidak hanya
memimpin ke arah memecahkan permasalahan lingkungan tetapi juga secara
bersamaan memenuhi tujuan Buddhisme.
Permasalahan-permasalahan seperti penebangan hutan dan
komersialisasi, pengembangan daratan dan penggunaan bahan kimia, managemen
perlindungan lingkungan, binatang yang dipergunakan untuk eksperimen dan
makanan. Keadaan ini memerlukan solusi dan pemecahan yang serious dari berbagai
sudut pandang.
Pencapaian kebijaksanaan (prajna-paramita) menjadi
bagian dari enam macam praktek dimana Bodhisattva mencapai penerangan (sad
paramita). Konsep ini mula-mula menunjuk pencapaian kebijaksanaan absolut (prajna-paramita).
Maksudnya menguji gagasan kebijaksanaan dalam hubungan dengan dua konsep pokok
Buddha sebagai cara untuk memecahkan permasalahan lingkungan. Yaitu hukum sebab
akibat yang saling bergantungan (pratityasamutpada) dan jalan tengah.
Doktrin hukum sebab akibat mengajarkan bahwa suatu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Sebagai gantinya ditandai adanya saling
behubungan dan saling ketergantungan pada semua penomena. Konsep pokok dari
semua gejala ditandai adanya hubungan ruang (ontologi) dan waktu (formasi).
Lingkungan ekologis saat ini adalah ruang dan waktu. Tingkah laku manusia yang
merusak hubungan ekosistem, dipertimbangkan sebagai keadaan sakit apabila
dihubungkan dengan konsep hukum sebab-akibat, yaitu: mengganggu hubungan
historis dan ekologis, dengan demikian mengikis kelangsungan hidup itu sendiri.
3. Manajemen Lingkungan dalam
Buddhis
Mengenai manajemen lingkungan di dalam Buddhisme, suatu
konsep basis dasar diuraikan dengan menekankan empat aspek yang berbeda:
a.
Buddhisme menerima kenyataan yang
berhubungan dengan hukum alam sebagai basis antara manusia dan lingkungan;
dengan konsep yang disebut “tilakkhana” atau ” tiga karakteristik”
(segala sesuatu mengalami perubahan atau tidak abadi, sesuatu yang berkondisi
mengalami bentuk penderitaan/tidak memuaskan, dan segalanya tanpa inti yang
kekal dan abadi).
b.
Konsep pendekatan holistik, berdasar pada pola
hubungan yang erat antara lingkungan dan manusia, dengan demikian adanya saling
ketergantungan, yang menjadi dasar pertimbangan dalam usaha memecahkan
permasalahan lingkungan.
c.
Suatu konsep lingkungan berdasar pada “empat
kebenaran mulia”, yang mana masalah lingkungan yang akan dipecahkan sesuai
dengan aturan yang sistematis:
Ø Investigasi
masalah lingkungan.
Ø Pemahaman
penyebab masalah dan penyebab atau kunci solusinya.
Ø Merealisir
sasaran dengan pemecahan masalah.
Ø Suatu pemahaman
benar terhadap cara pemecahan masalah untuk dikembangkan dan diikuti.
d.
Konsep “jalan tengah” ke arah manajemen
lingkungan, melalui pelatihan hidup manusia pada atas tiga aspek inti:
Ø
pengembangan dan pelatihan etika/moral
lingkungan.
Ø
pengembangan dan pelatihan suara hati
terhadap lingkungan.
Ø
pengembangan dan pelatihan terhadap
pemahaman dan kebijaksanaan lingkungan, seperti halnya pengertian yang mendalam
terhadap kenyataan lingkungan.
Ada lima cara manajemen lingkungan
dalam Buddhisme:
1
Menerima kenyataan alam dan
menerapkannya sebagai basis dan tujuan manajemen lingkungan.
2
Mencoba untuk mempersatukan
pengembangan manusia dan manajemen lingkungan dengan menggunakan pendekatan
holistik dengan mempertimbangkan semua faktor-faktor manajemen yang terkait.
3
Mencoba untuk bebaskan hidup manusia
dari berbagai pengotoran, seperti ketidak-tahuan, kasih sayang, dan keinginan serta
bertindak mempromosikan lingkungan dengan praktek ajaran Buddha, keduanya
adalah ajaran dan disiplin.
4
Suatu sistem manajemen lingkungan
berdasar pada tiga langkah-langkah:
a.
Mempelajari sekitar permasalahan
manajemen lingkungan
b.
Mengembangkan sistem manajemen
lingkungan.
c.
Menemukan alat-alat untuk mengendalikan
dan memeriksa manajemen lingkungan.
5.
Manajemen lingkungan dengan memasukan
kehidupan biarawan dan petunjuk menurut aturannya sehingga menemukan
keharmonisan dengan alam.
Ada tiga ukuran
untuk diambil mengenai manajemen lingkungan:
a.
Mengembangkan pemahaman dan
kebijaksanaan untuk kebenaran yang menguasai hubungan antara lingkungan dan
manusia.
b.
Menanami lingkungan dengan suara hati
dan pikiran.
c.
Menanami etika/moral mengenai
lingkungan.
4. Mengembamgkan Kesadaran terhadap
Lingkungan Pendidikan Buddhis
Kesadaran dalam melindungi kehidupan dan lingkungan hidup
telah dihasilkan sampai saat ini. Buddhisme telah memperkenalkannya sebagai
salah satu hukum dasar utama sekitar 25 abad yang lalu untuk para pengikutnya.
Buddhisme sesungguhnya menghadirkan jalan cinta kasih. Buddha menunjukkan rasa
cinta kasihnya secara lengkap seperti yang terlihat ketika cinta kasih
melindungi semua makhluk. Buddha mengajarkan bahwa bagi yang mengikuti
ajaran-Nya perlu mempraktikkan cinta kasih yang tulus, tidak merugikan semua
mahluk, tidak hanya untuk melindungi umat manusia, tetapi juga untuk melindungi
tumbuh-tumbuhan dan binatang. Buddha dengan kebijaksanaan yang sempurna,melihat
semua mahluk di alam semesta adalah sama secara alami, semua binatang, dan
manusia hidup bekerja sama, satu sama lain menjadi satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan.
Lingkungan eksternal benar-benar terkotori oleh karena
itu lingkungan internal benar dirusak. Ketamakan telah mendorong umat manusia untuk
mencukupi permintaan yang berlebihan, dan mengambilnya dalam persaingan yang
tak ada akhirnya, mendorong ke arah perusakan diri dan lingkungan.
Membandingkan pikiran yang tamak dan tak sehat dengan semangat hidup sederhana
dan dengan puas berlatih seperti yang diajarkan Buddha.
Hidup dalam keselarasan bukan berarti penghapusan
kebenaran dan pengetahuan, tetapi untuk tinggal dalam keselarasan dengan semua
mahluk dan alam. Pada dasarnya bagi yang memahami pengajaran Buddha akan
membatasi keakuan, untuk tinggal selaras dengan alam, tanpa merugikan
lingkungan. Kemudian akan melihat tingkat mana yang sebaiknya diteliti dan
dilindungi untuk digunakan pada masa datang oleh generasi berikutnya dan
makhluk lain. Keserakhan yang berlebihan untuk memiliki segalanya bagi dirinya,
atau untuk kelompok sendiri, membuat buta. Disiapkan untuk berkelahi,
berperang, menyebabkan kematian, penyakit, kelaparan, membinasakan semua jenis
makhluk hidup, secara berangsur-angsur memperburuk lingkungan hidup. Mencoba
untuk memaksimalkan keuntungan, tanpa terkait dengan dampak eksplorasi negatif
yang mendorong kearah penghabisan sumber alam, melepaskan zat beracun ke udara,
air, bumi, mendorong ke arah polusi lingkungan, membinasakan keuntungan
ekologis.
Banyak vihara hutan yang didirikan di pegunungan
menunjukkan penyesuaian diri yang harmonis dengan alam. Hidup tenang dalam
hutan membantu praktek ajaran Buddhis untuk meningkatkan batin, dan pada waktu
yang sama, juga melindungi binatang tinggal di daerah itu. Pengikut Buddha dengan
pikiran yang bersikap toleran dan penuh kasih menyesuaikan diri dengan
tumbuh-tumbuhan yang alami, binatang buas di hutan, dengan keselarasan dan
berhubungan timbal balik. Orang menggunakan oksigen yang sebagian besar
dihasilkan oleh pohon, dan sebagai imbalannya, orang memelihara pohon itu.
Binatang buas mungkin datang untuk makan tanaman panenan yang ditanam oleh
vihara tanpa memikirkan resiko untuk dibunuh. Buddhisme hidup harmonis dengan
sepenuhnya, berbeda dari yang kompetitif, menentang kehidupan dan memberantas
alam.
Keyakinan
yang seksama, secara teknis nampak paham lingkungan merupakan suatu ungkapan
efektif pada pandangan hidup Buddha. Mengundang untuk mempertimbangkan lima
hubungan antara praktek dan kesehatan hidup secara umum. Hubungan dengan kesehatan,
konsentrasi, etika, dan kebijaksanaan.
Hubungan dengan
kesehatan: praktek adalah jalan meningkatkan kesehatan pribadi, dan
menghubungkan kesehatan pribadi lingkungan. Praktek Buddha mengarahkan pikiran;
itu sesungguhnya sebagai bentuk kesehatan mental. Kemudian kesehatan mental
berpengaruh terhadap kesehatan phisik. Sedanglah melakukan kesehatan seseorang
pribadi mempimpin tak bisa diacuhkan untuk suatu perhatian dengan kesehatan
lingkungan. Bagaimana kesehatan makanan yang kamu makan, air yang kamu minum,
atau udara yang kamu hirup? sebagian besar jawaban, tergantung pada bagaimana
lingkungan yang sehat. Adalah bukan sukar untuk melihat mengapa orang menjadi
sangat peka terhadap kerusakan lingkungan: perbedaan antara dirimu dan
lingkungan seperti menyesatkan sebagai perbedaan antara mengurus pikiran dan
badan.
Hubungan dengan
konsentrasi, belajar dari diri sendiri, dapat membersihkan pikiran; belajar
dari diri sendiri, dapat membantu makhluk lain. Biarawan Zen berkata praktek
adalah “tidak ada yang khusus”? tidak ada tambahan” Tujuan belajar Buddhisme
bukan untuk belajar Buddhisme, tetapi untuk belajar diri sendiri,” menurut
Shunryu Suzuki, Master Zen dari Jepang. Pertanyaan yang sama menjadi dasar
bekerja pada lingkungan, sebab banyak permasalahan lingkungan sedikitnya dapat
dikurangi ke berbagai pilihan pribadi.
Kesusilaan adalah penting untuk praktek, dan kesusilaan
menuntut suatu perhatian untuk kesehatan makhluk lain. Buddha menjelaskan
delapan usur jalan utama yaitu pandangan, pikiran, ucapan, perbuatan,
pencaharian, usaha, perhatian, dan konsentrasi yang benar.
Kebijaksanaan
dapat menunjukkan hidup dan hidup dapat menunjukkan kebijaksanaan. Latihan ini
adalah salah satu dari tugas ekologi, studi bagaimana ekosistem berfungsi.
Pemikiran lewat dari sini akan sungguh-sungguh menghasilkan kebijaksanaan,
tetapi bukan jenis kebijaksanaan yang dicari dalam praktek Buddha. Ekologi,
seperti umumnya ilmu pengetahuan lain, analitis, penerangan, pada sisi lain,
cara terbaik diuraikan sebagai intuitif. Tetapi ilmu lingkungan, dengan
memperhatikan hubungan antara hal-hal, yang dibangun semacam resonansi dari
segi pandangan Buddha.
0 komentar:
Posting Komentar